Mohon tunggu...
Aridha Prassetya
Aridha Prassetya Mohon Tunggu... profesional -

Pemerhati Masalah Ketidakbahagiaan

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Jejak Para Brahmana (2): Tiba di "Padhepokan Tuhan"

23 Juni 2015   13:16 Diperbarui: 23 Juni 2015   21:39 253
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

Ia hanya tersenyum, tidak menjawab pertanyaanku. Mungkin tidak mendengarku. Di-guide-nya aku melangkah masuk dengan sangat tenang.  

Tanpa kata-kata, aku seperti dipandu memahami aturan-aturan masuk padhepokan. Namun anehnya, aku sama sekali tidak merasa digurui, didikte atau diatur-atur. Sambil mengikuti langkahnya menuju ruang tamu, kuperhatikan dua orang perempuan sedang konsentrasi bekerja. Seorang sedang fokus menggunting merapikan tanaman. Seorang lagi mengisi ember dari selang kran air yang ada di sudut taman. Tangannya memegang kain pel. Ia pasti sedang membersihkan lantai. Mereka menengokku sebentar dan tersenyum sekali saja, lalu kembali bekerja. Senyumnya hanya beberapa detik, namun sangat tulus. Tidak ada pertanyaan basa-basi. Dua perempuan baya ini juga berpakaian serba putih. Begitu masuk, aku merasakan atmosfera yang sangat beda dengan di luaran tadi.  Benar-benar adhem, sejuk dan hening. Nyaris tak ada suara. Kami sampai di ruang tamu dan Sister mempersilakan duduk.

“Tunggu dulu ya Sis..”, ia lalu pamit masuk.

Tidak berapa lama datanglah seorang Sister muda. Sepertinya belum tiga puluh tahun.

 “Selamat pagi Sister…”, sapanya.

Dari suaranya…ini pasti Sister Sukriya. Suaranya kaya yang di telepon. (pikiranku mulai bekerja)

Ia ulurkan tangan kanannya dan aku berdiri menyambutnya.

“Sukriya!”, katanya singkat dengan senyuman manis.

“Raidha”, balasku tak kalah manis.

Kami ambil posisi duduk masing-masing di sofa abu-abu. Hanya duduk saja. Tidak ada suara. Aku diam. Sister Sukriya juga diam. Beberapa saat kemudian, kami saling menatap dan pecahlah senyum kami di sana.

“Jadi..?”, mendadak kami bersamaan mengucapkan kata “jadi”. Dan ini membuat kami tertawa, walaupun tetap dalam upaya menjaga keheningan dalam padhepokan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun