Mohon tunggu...
Ari Budiyanti
Ari Budiyanti Mohon Tunggu... Guru - Lehrerin

Sudah menulis 2.780 artikel berbagai kategori (Fiksiana yang terbanyak) hingga 24-04-2024 dengan 2.172 highlight, 17 headline, dan 106.868 poin. Menulis di Kompasiana sejak 1 Desember 2018. Nomine Best in Fiction 2023. Masuk Kategori Kompasianer Teraktif di Kaleidoskop Kompasiana selama 4 periode: 2019, 2020, 2021, dan 2022. Salah satu tulisan masuk kategori Artikel Pilihan Terfavorit 2023. Salam literasi 💖 Just love writing 💖

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Bunga, Jangan lagi Membenci Bunga.

17 Juni 2019   21:32 Diperbarui: 10 Oktober 2021   12:17 246
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bunga Mawar di Lembang

"Bunga lagi - bunga lagi, bosan. Aku tak suka." 

Kulemparkan seikat bunga mawar merah pemberian Andi ke tong sampah. Lalu kutinggal pergi. Lebih suka menikmati musik rancak dengan alunan yang membuat tangan dan kaki ingin menari ala K-Pop.

Tanpa kusadari, seikat mawar merah telah hilang dari tong sampah secepat itu. Bagaimana bisa. Kan baru kubuang 15 menit lalu. Belum juga hilang heranku, aku mendengar ketukan pintu ruang tamu. 

Astaga, apa Andi datang lagi, bagaimana kalau dia menanyakan tentang mawar pemberiannya. Harus ku bilang apa? Aduh siapa sih yang iseng ambil mawar dari tong sampah. Gerutuku dalam hati.

Dengan malam ku melangkah menuju pintu, berharap bukan Andi. Tapi.. 

"Eh, maap tadi aku salah kasih bunga, yang seikat mawar merah itu pesanan ibunda untuk adikku, dia suka sekali mawar merah. Yang ini, seikat mawar pink untukmu." 


Astaga, harus kubilang apa? Mawar merah itu telah hilang. Masa iya aku bilang ke Andi kalau bunga mawarnya kubuang ke tong sampah. Aku masih terpaku, terdiam tak tahu harus berbuat apa, atau menjawab apa.

"Emm.. kamu suka ya mawar merahnya, tidak mau mawar pink ini. Ya udah tidak apa, aku beli lagi saja mawar merah untuk adikku" 

Andi mengarahkan seikat mawar pink itu padaku. Aku tak mau terima bunga lagi.

"Andi, ini bawa saja mawar pink nya buat adikmu juga. Maaf ya aku tak mau bertukar dengan mawar merah yang tadi. Habis aku terlanjur suka."

Andi tersenyum, lalu mengambil lagi seikat mawar pink itu dan berpamitan. Astaga, hampir saja. Siapa sih di sini yang rajin buang sampah dari tong sampah secepat kilat. Hampir saja hubunganku dengan Andi retak karena mawar merah yang menghilang.

Lalu aku kembali ke kamarku untuk melanjutkan bermusik ria. Tapi benar ada yang mengusikku. Aku heran, biasanya bunga yang ku lempar ke tong sampah depan kamarku selalu tinggal sampai layu di sana. Sampai aku ambil dan buang ke tempat pembuangan sampah di belakang rumah. 

Sore itu aku duduk-duduk sedang di teras ketika seorang gadis keluar dari kamar kos sebelahku. Aku tidak kenal dia. Apa anak baru ya. Dia melewatiku sambil tersenyum dan sedikit menanggukkan kepala padaku, tapi tak menyapaku. Aku hanya menatapnya tanpa balas senyumnya. Ini anak baru, koq ga mau sih menyapa duluan sama penghuni lama.

Dia yang belum ku tahu nama, melangkah menuju halaman samping rumah kos. Dia mengeluarkan seplastik tanah dari bawah meja dan mulai menatanya di pot-pot baru yang tersusun rapi di dekat pagar samping rumah kos kami.

Memang banyak penghuni rumah kos ini, ada lebih dari 10 orang. Di lantai satu saja ada 6 kamar. Lantai 2 ada 6 kamar. Satu kamar bisa dihuni dua orang. Tapi aku piloh sekamar sendiri meski bayar sewa lebih mahal. Mataku tak lepas dari mengawasi teman kos yang baru kulihat pertama kali. 

Aku tersentak ketika seseorang menepuk bahuku dari belakang. "Lestari, nama anak baru itu Lestari. Dia baru pindah dua hari lalu ke sini. Sudah kenalan belum?" 

Sasi duduk di sebelahku sambil ikut mengawasi Lestari. " Belum, lagian aku cuman dikasi senyum saja tadi. Disapa aja ga, gimana mau kenalan." Jawabku tak peduli. 

"Tari, sini dulu, kenalan sama kak Bunga, tetangga kamar" seruan Sasi yang tiba-tiba mengejutkan Lestari yang ternyata ada latahnya. 

"Eh Bunga. Kaget saya Kak Sasi" Sasi tertawa karena berhasil mengejutkan Lestari yang sedang fokus berkebun. 

Segera dilepasnya sarung tangan berkebunnya, menuju kran air cuci tangan dan melangkah menujuku. 

"Saya Tari. Salam kenal kak Bunga" Suara Lestari lembut sekali. Aku menyambut uluran tangannya. "Eh kak Bunga, maaf tadi Tari ambil bunga mawar di tong sampah depan kamar kak Bunga, sudah tidak terpakai kan ya? Tapi Tari lihat masih bagus, jadi Tari ambil."

Misteri terpecahkan, jadi seikat bunga mawar ku hilang karena ada yang memungutnya. 

"Ambil saja, toh sudah kubuang"

Tari mengangguk pelan dan tersenyum. Lalu melanjutkan berkebunnya.

"Kau buang lagi bunga dari Andi, astaga. Kenapa lah tak kau bilang saja padanya, kau tak suka bunga. Mintalah kasi coklat atau es krim saja. Sayang pula dia buang-buang uang untuk beli bunga yang kau buang-buang saja."

Sasi yang tahu kebiasaanku mulai memberikan nasihat lamanya. Bukan sekali dua kali tapi sudah berulang-ulang. Dan tak sekalipun kulakukan karena hingga sore tadi, Andi masih memberiku bunga. 

Apa karena namaku Bunga sehingga orang selalu menganggapku penyuka bunga. Salah besar, meski aku Bunga tapi aku bukan pencinta bunga. Hanya saja, berat untukku mengakui di hadapan Andi yang selalu memanjakanku dengan bunga-bunga. Dan aku membiarkannya.

Pesan masuk datang di WA ku. Ada foto seikat bunga merah dan pink dalam genggaman tangan adik Andi yang cantik. Mawar. Namanya sama dengan nama bunga kesukaannya. Mungkin itu alasan Andi mengira aku suka bunga karena namaku Bunga.

Adik Andi, Mawar, sangat suka bunga mawar aneka warna tapi paling suka warna merah. Tanpa sadar, senja semakin gelap berganti petangnya malam. 

Lestari sudah selesai berkebun dan mengakhiri aksinya dengan menyirami pot-pot yang sudah terisi tanah. Tapi tak ada satupun nampak tanamannya. Lalu dia dari tadi ngapain ya. Pikirku heran. Tapi malaslah ku bertanya. 

Sasi sudah sedari tadi meninggalkanku. Sejak nasihatnya kudiamkan. 

Lestari menyapaku sebelum masuk kamar

"Kak Bunga, kalau dapat kiriman bunga lagi, dan tidak suka, tolong jangan dibuang ke tong sampah ya. Boleh tidak kalau ditaruh saja depan meja kamar, nanti biar Tari ambil buat Tari? Kalau boleh kak"

Aku mengangguk. "Terimakasih kak, Tari ke kamar dulu. Mau mandi, gerah sesudah berkebun"

Aku kembali sendirian di teras rumah, menunggu penjual tahu tek makanan kesukaanku lewat. Biasanya sebentar lagi pasti datang. Lapar. 

Pesan masuk lagi, dan kini sebuah tanya. 

"Kirimin aku fotomu dengan bunga mawar tadi ya Bunga" Andi tumben sekali minta foto aku dengan bunga, biasanya juga tidak pernah. 

Aku segera masuk ke dalam rumah dan mengetuk pintu kamar Lestari. 

"Tari, boleh pinjam bentar bunga mawar merah tadi untuk ku foto. Sebentar saja."

Tari membuka pintu kamarnya lebar-lebar sehingga ku bisa lihat seisi kamarnya yang tertata rapi. Beda sekali dengan kamarku yang semrawut. 

Diambilnya seikat bunga mawar merah yang sudah bersih, ada tetesan-tetesan air membuatnya nampak segar dan indah. Bunga mawar itu sudah disimpan di atas vas bunga kaca yang bening. 

Aku terdiam. Bunga yang kubuang tanpa rasa bersalah, dirawat penuh sayang oleh Tari. Dijaga menjadi nampak indah lagi seperti saat sebelum ku buang. 

"Ini kak Bunga. Tidak bisa sebagus tadi, karena ada beberapa mahkota bunganya yang rusak saat ku ambil tadi, untung tong sampah kak Bunga bersih, hanya ada bunga mawar saja, jadi masih bisa diamankan"

Aku meraih vas bunga dengan mawar merah di dalamnya. "Tolong fotokan sebentar ya" sambil kusodorkan HPku. Tari mengangguk. Lalu kukirimkan fotoku dengan bunga mawar itu pada Andi.

Tanpa sadar, aku hanya meminta HPku kembali dan membawa bunga mawar dari Andi ke kamarku. Aku lupa kalau aku sudah membuangnya. Dan bunga itu kini milik Lestari. Herannya, Tari diam saja saat aku membawa pergi mawar itu.

Ku letakkan mawar merah itu di meja. Kupandangi lekat lekat dari dekat. Mengapa aku tidak bisa menyukaimu bunga. Mengapa aku tak bisa menerima keberadaanmu bunga. Bukankah kita sama nama, bunga.

Telpon genggamku tiba-tiba berdering, kuangkat dan terdengar suara yang sangat kukenal

" Aku tahu, pada akhirnya kau akan menerima bunga dariku dan menyimpannya" kata Andi dibalik suara itu.

"Apa maksudmu? Bukankah aku selalu menerima bunga-bunga darimu, kenapa kau berkata bgitu?" Tanyaku meyelidik.

Tidak ada jawaban Andi. Hanya kudengar desahan nafas yang lembut. Dan ucapan selamat malam darinya. "Have a nice dream my flower, sleep tight"

Belum sempat kujawab, Andi sudah mematikan telponnya. Apa maksudnya ya. Apa selama ini Andi tahu kalau aku tak pernah menyukai bunga-bunga yang dia berikan. Apa dia tahu kalau aku selalu membuang bunga-bunga yang dia berikan. Tapi, kenapa dia terus memberiku bunga jika tahu ku tak suka bunga. 

Dia bilang my flower, hanya ada satu orang yang selalu menyebutku my flower, ya sahabat masa kecilku. Apakah Andi adalah dia?

Baru aku sadar, sedari tadi bunga mawar itu sudah bersamaku lagi. Aku segera membawanya ke kamar Lestari. Kuketuk pintu kamarnya.

"Tari, maaf ini kebawa sama aku bunganya" sambil ku kembalikan bunga yang ada dalam vas cantik itu. 

Tari hanya membalasku tersenyum, "Ambil saja untuk kak Bunga, sepertinya lebih cocok sama kak Bunga"

Dia menunjuk ke arahku lalu menunjuk ke mawar di vas yang masih dalam genggamanku "Bunga Mawar" katanya sambil tersenyum dan menutup pintu kamarnya. 

Kubawa bunga mawar dalam vasnya ke dalam kamar kosku. Kuletakkan di atas meja riasku. Tiba-tiba ada rasa haru menyentuh dasar hatiku. Saat kutatap lekat bunga mawar. 

Terkenang memori masa kecilku yang selalu dikelilingi bunga-bunga indah. Papa dan mama sangat suka bunga. Karenanya aku diberi nama bunga. Sejak kecil aku selalu dikelilingi bunga. Hampir semuanya bunga mawar. 

Sampai di suatu ketika, Tuhan panggil ke dua orang tuaku bersamaan. Dalam sebuah kecelakaan mobil yang mereka tumpangi untuk perjalanan dinas ke luar kota. Saat terakhirku bersama mereka, aku masih SD, papa mama memberiku bunga mawar merah sebelum pergi naik mobil naas itu. 

Papa mama ingin menghiburku, karena tak bisa mengajakku dalam perjalan dinas mereka. Aku tinggal bersama kakek dan nenek waktu itu. Sejak kutahu itu bunga terakhir dari papa mama, aku tak bisa lagi menyukai bunga. Setiap aku melihat bunga, aku hanya terkenang duka saatku ditinggalkan selamanya oleh papa mama.

Dalam hatiku, semua luka pahit itu membuatku membenci bunga. Terlebih bunga mawar. Itulah mengapa aku selalu membuang bunga-bunga hadiah dari Andi.

Tapi hari ini, saat bunga mawar merah itu dipungut dari tong sampah, dirawat, aku merasa seperti ada haru melanda kalbu menderu. Kenangan indah bersama bunga dan Papa Mama langsung datang mengahmpiri. Kisah yang kutekan bertahun-tahun agar tak pernah muncul di kehidupanku.

Andi, sahabat di masa kecilku, tetangga sebelah rumahku, yang ternyata anak sahabat dekat papa mamaku. Andi yang selalu memberiku bunga mawar merah, ingin mengingatkanku pada semua kenangan manis bersama papa mamaku di masa kecil. 

Andi tak pernah menyerah sekalipun untuk menolongku berdamai dengan masa laluku. Merelakan kepergian papa mama selamanya. Andi ingin agar aku menjadi Bunga yang mencintai bunga seperti masa lalu. Dan sepertinya dia mulai berhasil.

Aku lupa laparku. Tertidur aku setelah haruku mengenang papa mamaku. Menuntut ilmu di kota yang jauh dari tempat tinggalku. Membuatku sedikt melupakan semua luka lama. 

Pagi telah datang, terdengar ketukan pintu kamarku. Lestari memanggil namaku.

"Kak Bunga, Kak Bunga. Sudah bangun?"

Aku menuju pintu masih dalam kantuk mengiring. Saat kubuka pintu

"Happy Birthday Bunga, happy Birthday Bunga, Happy birthday, happy birthday, happy birthday Bunga"

Ada Andi, Sasi, Mawar, Lestari dan teman-teman kos lainnya di depan kamar. Dan ada kue ultah bentuk bunga mawar besar di depanku. 

"Bunga. Jangan lagi membenci Bunga" Bisik Andi lirih. Aku tersenyum kecil. "Trimakasih" sahutku. 

My flower, hanya sahabat masa kecilku yamg memanggilku begitu. Dan ternyata dia itu Andi.

....

Note. 

Kisah di atas hanya fiksi yang kutulis di hari Ayah sedunia. Aku tiba-tiba merindukan ayahku pencinta bunga. Aku tidak memanggilnya ayah. Aku memanggilnya Bapak. 

Kisahku tentang Bapak: my-father-is-my-first-science-teacher

...

Salam rinduku untuk Bapak yang telah bahagia di alam sana

......

Written by Ari Budiyanti

17 Juni 2019

Dokumen Ari Budiyanti
Dokumen Ari Budiyanti
#selamathariayahsedunia

#CerpenAri

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun