Mataku berkaca-kaca. Tiba-tiba aku merindukan Lastri yang sedang sakit di rumah. Ternyata dia telah memposisikanku menjadi anak laki-laki yang berbakti di mata Ibu. Dia bilang, akulah yang menyuruhnya menyantuni Ibu. Padahal, aku belum pernah sama sekali berniat memberi Ibu uang.
Ia juga telah membuat Ibu menyangka aku pandai mendidik isrtri. Padahal, dia lah yang begitu pandai menjaga nama baik dan memuliakan suaminya.
Aku malu pada Lastri. Kukendarai motor lebih cepat dari pada biasanya. Tak sabar ingin secepatnya bertemu wanita surgaku. Ingin segera memeluk dan mencium keningnya seraya mengucapkan maaf dari lubuk hati yang paling dalam atas prasangka burukku padanya.