Mohon tunggu...
KOMENTAR
Fiksiana Pilihan

Istri Suka Menggelapkan Gajiku

29 Juni 2021   13:49 Diperbarui: 29 Juni 2021   13:56 218 2
"Mas, Bulan lalu gaji Mas yang disetor ke aku kan tujuh juta, bulan ini kenapa cuma lima juta?" tanya istriku Lastri seolah protes.

"Iya, Dek... aku yang pegang dua juta," jawabku santai.

"Kenapa? Mas nggak percaya kalau aku yang pegang?" gugat Lastri lagi.

"Udahlah! Nggak usah protes! Aku sudah hitung, dengan lima juta itu semua kebutuhan kita satu bulan sudah terpenuhi. Berlebih malah. Biar yang dua juta aku yang kelola. Kalau kau pegang semua, uang berapapun pasti habis!" kilahku dengan nada suara agak tinggi.

Lastri tampak kecewa dengan jawabanku, tapi tak berani lagi membantah. Ia paham betul karakterku sejak pacaran, teguh pendirian. Jika nada bicaraku tegas begitu, berarti apa yang telah kuputuskan tak akan berubah lagi.

Keputusanku menyunat setoran gaji untuk Lastri itu berawal dari sebulan yang lalu. Ketika itu aku tak sengaja melihat tumpukan amplop berisi uang dalam laci meja riasnya.

Aku cermati amplop-amplop itu. Rupanya itu adalah cara dia mengelola keuangan rumah tangga.

Uang gaji yang kukasih tiap bulan, ia pilah ke dalam beberapa amplop. Pada tiap amplop ia tulis peruntukan uang tersebut.

Aku baca satu persatu. Amplop pertama bertuliskan belanja harian. Amplop kedua bertuliskan bayar listrik, PDAM, pulsa/paket internet. Amplop ketiga betuliskan untuk beli kosmetik dan skincare. Ada pula yang bertuliskan dana cadangan. Lalu ada beberapa amplop lagi untuk berbagai kebutuhan lainnya. Sangat detil ia mengatur keuangan rupanya.

Namun, yang membuatku kaget, ada satu amplop yang bertuliskan "UNTUK IBU".  Ketika kuraba isinya, cukup tebal terasa. Pasti isinya banyak.

Karena penasaran dan amplop ternyata tidak direkat, kulihat isinya. Kukeluarkan seluruh uang di dalamnya. Dan aku makin kaget setelah selesai menghitungnya, jumlahnya dua juta rupiah! Jumlah yang sangat besar tentunya.

Itulah sebabnya aku putuskan memotong setoran ke Lastri dua juta. Karena, ternyata lima juta saja cukup untuk seluruh kebutuhan kami sebulan. Ia malah bisa menyediakan pos untuk pengeluaran tak terduga segala. Oleh karena itu, dua juta jatah ibunya ditiadakan saja. Bisa kutabung untuk kebutuhan masa depan.

Sebenarnya, aku bukannya tak membolehkan dia menyantuni atau membantu ibunya yang memang sudah janda dan tak berpenghasilan. Tapi tak harus dipatok sebesar itu juga setiap bulannya.

Lagi pula, ketika kami mengunjungi ibunya tiap bulan, aku selalu membawakan barang-barang keperluan bulanan, dan sebelum pulang juga selalu memberi uang seratus dua ratus ribu. Itu sudah lebih dari cukup menurutku.

Makanya, aku agak emosi ketika tahu ternyata Lastri diam-diam masih memberi ibunya uang tiap bulan. Dan jumlahnya tak tanggung-tanggung, dua juta! Dan ini berarti telah berlangsung sejak awal kami menikah setahun yang lalu. Aku geram, kenapa baru ketahuan sekarang! Sudah dua puluh empat juta uangku menguap begitu saja!

*****

Sejak hari itu, aku lihat Lastri banyak diam. Kadang murung. Mungkin dia agak terpukul oleh kata-kata ketusku ketika itu. Mungkin juga  kesal karena jatah untuk ibunya sudah tak ada lagi. Kalaupun ada, paling-paling hanya recehan dari sisa-sisa pos pengeluaran lain.

Atau, bisa juga dia mengorbankan anggaran perawatannya. Ia tak lagi beli kosmetik dan skincare dan uangnya dikasih ke ibunya. Tapi sepertinya tidak. Sebab, aku lihat sehari-hari dia tetap bisa berdandan cantik dan wajahnya tetap terawat.

Entahlah, aku tak ambil pusing. Bagiku, yang penting aku telah melaksanakan kewajiban memberi nafkah yang cukup dan juga tak melarang dia menyantuni ibunya sebatas wajar.

*****
Hari ini, sepulang kerja, aku mengunjungi rumah orang tuaku. Tak jauh, masih di kota yang sama. Hanya sekitar dua puluh menit berkendara motor dari rumahku. Aku dan Lastri memang rutin mengunjungi orang tua kami setidaknya sekali dalam sebulan.

"Tumben kau datang sendirian, Mir? Biasanya kan sama Lastri?" tanya Ibu seraya menyuguhkan segelas teh hangat di hadapanku.

"Iya, Bu. Aku tadi langsung dari kantor. Lastri beberapa hari ini agak kurang enak badan. Jadi, nggak bisa ikut sowan ke Ibu."

"Oalaah.. mantu ku sakit rupanya. Ya, deh, nanti Ibu telpon dia. Skalian nanti kau bawakan oleh-oleh dari Ibu untuk Lastri, ya."

Aku mengangguk pelan.

"Eh, Mir ... Ibu benar-benar salut, lo, sama caramu mendidik isrtrimu itu."

"Mendidik yang gimana maksud Ibu?"

"Soal uang itu, lo."

"Uang? Uang apa, Bu?"

"Ituu ...yang tiap bulan dia ngasih Ibu uang dua juta. Dia selalu bilang, 'Bu, ini Mas Emir nyuruh aku ngasih uang untuk Ibu... Kata Mas Emir, meski Ibu tak butuh dibantu uang, dia tetap ingin memberi sebagai bentuk bakti dan rasa sayangnya pada Ibu. Mas Emir bilang, dengan menyantuni Ibu, maka rizki Mas Emir Insya Allah akan makin lancar.'"

Sontak aku terkesiap mendengar penjelasan Ibu.

"Luar biasa caramu mendidik istri, Mir. Biasanya, menantu perempuan justru marah kalau suaminya sering memberi orang tuanya uang. Sedangkan Kau, malah berhasil mengajarkan istrimu untuk dengan tulus memberi Ibu uang dua juta rutin tiap bulan," lanjut Ibu bersemangat.

Beliau tampak sangat bangga pada menantunya.

"Ibu juga sempat tanya, apa dia tak keberatan? Dia jawab, 'ridha Allah atas suamiku tergantung pada ridha Ibu. Aku yakin, uang dua juta tiap bulan itu akan diganti Allah berlipat ganda, karena doa yang terucap tulus dari mulut Ibu yang bahagia anak lelakinya berbakti."'

Mataku berkaca-kaca. Tiba-tiba aku merindukan Lastri yang sedang sakit di rumah. Ternyata dia telah memposisikanku menjadi anak laki-laki yang berbakti di mata Ibu. Dia bilang, akulah yang menyuruhnya menyantuni Ibu. Padahal, aku belum pernah sama sekali berniat memberi Ibu uang.

Ia juga telah membuat Ibu menyangka aku pandai mendidik isrtri. Padahal, dia lah yang begitu pandai menjaga nama baik dan memuliakan suaminya.

Aku malu pada Lastri. Kukendarai motor lebih cepat dari pada biasanya. Tak sabar ingin secepatnya bertemu wanita surgaku. Ingin segera memeluk dan mencium keningnya seraya mengucapkan maaf dari lubuk hati yang paling dalam atas prasangka burukku padanya.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun