Mohon tunggu...
Ardiansyah
Ardiansyah Mohon Tunggu... Ilmuwan - Pendidik

Belajar-Lakukan-Evaluasi-Belajar Lagi-Lakukan Lagi-Evaluasi Kembali, Ulangi Terus sampai tak terasa itu menjadi suatu kewajaran. Mengapa? Karena Berfikir adalah pekerjaan terberat manusia, apakah anda mau mencoba nya? Silahkan mampir ke : ruangkara.id

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Untuk Hujan yang Berserah dari Basahnya Diri

14 Februari 2024   00:57 Diperbarui: 14 Februari 2024   01:02 61
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Hujan di Balik Jendela

Kaca berkabut, diusap jemari lelah

Tetesan rintik turun menyisakan basah 

Seperti peluh rindu mengering di paras masa silam 

Di ruang di mana kenangan mengendap diam

Langit menangis, mengaburkan batas cakrawala 

Pohon-pohon tua pun merunduk pasrah pada kepala Ingatan berputar, serupa angin puyuh menerpa 

Bayanganmu merajai pikir, membuat rasa tak pernah reda

Kita bagai dua ranting patah, dihanyutkan sungai deras 

Terbawa arus takdir dengan jalan berliku menebas 

Mencoba tegar membangun benteng dari keping hati 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun