Mohon tunggu...
Mina Apratima Nour
Mina Apratima Nour Mohon Tunggu... Jurnalis - :: Pluviophile & Petrichor ::

IG @fragmen.rasa

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Epilog...

8 Juli 2020   16:06 Diperbarui: 8 Juli 2020   16:16 76
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(image: https://8tracks.com/saintraziel/)

Secawan anggur kutegak sampai habis. Luka semakin menganga teriris-iris. Bilah pisau menikam lembar cerita penuh durjana. Mengharap kau mati dengan selibas ujung pena. Tak lagi setangguh silam, kau tersungkur. Termengah saat arteri menderas biram kesumba. Tak berdaya.

Sedu-sedan kusemarakkan gemintang malam. Puing-puing aksara kuremukkan hingga redam. Sunyi! Sunyi yang membunuh lengkara gelora. Di tengah bilik atma, tepat memberangus segala tipu daya. Jangan hidup lagi! Biduk asmara sudah karam sejak gelombang pasang kau biarkan merajalela.

Selesai.
Tak ada lagi yang meronta-ronta.
Meminta dibebaskan dari terungku jiwa.

Selesai! 

- Jakarta, 22 Juni 2020 -


Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun