Kalau aku pergi nantiBiar aku pergi sendiriPengetahuanku biar di sini
Apa lagi yang kaurisaukan?Setiap orang berjalanMenuju tempat yang ditentukan
Bayanganku mengabur Menghadap ke timur Sepi mulai mendengkur
Puisi dan malam, begitu panjang bercerita, seperti apa?
Apa cuma kita Yang punya nyawa berharga??
Pada setiap kematian di pihak sana. Mengapa pihak sini mengumbar tawa?
Kalau memang satu akar. Mengapa kita terus bertengkar?
Apa kata puisi tentang beras, tentang nasi di tengah kita
Engkau dan aku memang cabang yang berbedaTetapi berasal dari pokok yang samaLalu kenapa kita saling menodongkan senjata?
Apa gunanya puisiJika ia hanya serupa teka-tekiBikin orang capek, lalu pergi?
Hanya kepadamu hati tertautSetempuh lalu, sebondong surutBiarkanlah rindu ditikam maut
Di pagi hari aku merasa siang adalah saatnya perubahan
Engkau tak akan mengerti puisikuSebagaimana aku tak mengerti air matamuKita adalah sepasang metafora yang saling menipu
Ada yang ingin kuusulkan untuk dibahasPada suatu sidang kabinet terbatasIalah mengapa belakangan ini sambal tak lagi pedas
Nikmati saja sore yang meronaSecangkir teh yang fana, kemesraan yang juga fanaSampai kita tiba pada pergi yang sesungguhnya
Puisi kembali ke kisah yang telah lama, kembali ke Romeo dan Juliet
Sekali lagi kudatangi luka lama kitaBerharap akan kujumpai kenangan yang berbedaDan kutemukan makna baru dari bahagia
Wahai engkau yang tak pernah ada di masa lalu Tunggulah aku di sebuah lengkungan waktu Kecerdasan buatan akan segera menciptakanmu
Selalu ada satu atau beberapa cerita Yang senantiasa kita jaga Untuk tetap menjadi rahasia
Kemarau belum lagi datangIlalang sudah meliuk-liuk tak tenangBeberapa daun menyerah kepada siang