"Maksudmu kau kursus menjahit karena permintaan almarhum ibumu?"Â
Fira hanya menganggukkan kepalanya.
"Seingatku kau dulu mengatakan ikut kursus menjahit karena ingin mencoba hal yang baru."
"Yah, aku tidak mungkin kan langsung mengatakannya padamu pada percakapan pertama kita," Fira berusaha memberikan alasan yang tepat untuk Putra.Â
"Hmm.. kalau begitu bagaimana kalau kau mulai menceritakan cerita yang sebenarnya sekarang?" kata Putra kemudian.
Fira kembali menyesap es jeruk miliknya. Setelahnya ia pun mulai bercerita tentang pesan terakhir yang diberikan Ibu kepadanya.
***
Fira kini duduk bersama ayah di sofa di ruang keluarga mereka. Di hadapan mereka, tampak mesih jahit milik Ibu yang sudah dikelurkan dari kamarnya. Beberapa kali sudah Fira menggunakan mesin jahit tersebut. Entah untuk menyelesaikan tugas kurusus, atau sekadar menjahit kembali beberapa pakaian ayah dan Raffi yang mulai sobek. Saat ini, kata-kata Putra masih terngiang-ngiang di kepalanya.
"Kurasa ibumu tidak bermaksud menyuruhmu belajar menjahit, Fira. Dia kan meminta agar kamu membantunya membuat mesin jahitnya tetap bermanfaat," kata Putra setelah Fira menyelesaikan ceritanya sore itu.
"Maksudnya?" Fira bertanya dengan bingung.
"Yah, kurasa ibumu berharap setelah meninggal ia tetap mendapatkan kebaikan dari mesin jahit itu. Jadi intinya ia ingin mesin jahit itu bisa terus digunakan Entah itu kamu atau juga orang lain. Dengan begitu ibumu akan tetap mendapatkan kebaikan dari mesin jahit itu,"Â