Fira berpikir sejenak sebelum akhirnya menganggukkan kepalanya. Semenjak pertemuan pertama mereka di tempat kursus Oma Nani, Fira dan Putra memang jadi sering ngobrol bareng. Entah itu ngobrol di tempat kursus, di siring sungai Martapura yang terletak tepat di depan tempat kursus, hingga menikmati cemilan di kafe yang terletak di sekitar tempat kursus.Â
Ada cukup banyak hal yang mereka bicarakan selama satu bulan terakhir. Mulai dari urusan sekolah, kesukaan masing-masing, hingga rencana setelah lulus SMA. Keduanya seolah tak pernah kehabisan bahan untuk diceritakan. Fira sendiri tak menyangka dia bisa jadi akrab dengan Putra seperti sekarang.Â
"Gimana kursusnya? Sudah bisa bikin berapa baju?" Tanya Putra kali ini.Â
"Yah, lumayan. Tadi aku sudah mulai belajar membuat kemeja dengan kerah shanghai," jawab Fira setelah menyesap es jeruk di tangannya.Â
"Berapa pertemuan lagi jadinya?"
"Kurasa masih sepuluh kali pertemyan lagi."
"Jadi apakah nantinya Fira yang wartawan sekolah akan beralih profesi menjadi Fira sang desainer pakaian?"
Fira terbahak mendengar pertanyaan Putra. "Ah, aku tidak mungkin menjadi desainer pakaian, Putra. Aku tak memiliki minat di situ. Lagipula hasil jahitanku juga masih jelek," kata Fira kemudian.Â
"Itu hanya masalah latihan, Fira. Semakin sering kau menggunakan mesin jahit maka kau akan semakin terampil. Tak jauh beda dengan keterampilan lainnya," Putra mengingatkan Fira.Â
Fira hanya terdiam
"Yah, kau benar. Ibuku juga dulu seperti itu. Tapi sampai sekarang aku masih tidak yakin bisa memenuhi keinginan ibu. Belajar menjahit ini cukup mengasyikkan, tapi aku tak memiliki keinginan untuk terus-menerus melakukannya."