Fundamentalisme Islam seperti yang dianut Hamas bukanlah entitas lokal semata. Ia merupakan bagian dari jaringan ideologi transnasional yang menginspirasi kekerasan di berbagai wilayah: dari Al-Qaeda, Taliban, hingga ISIS. Dengan kata lain, toleransi terhadap gerakan seperti Hamas secara tidak langsung bisa memberi legitimasi pada ideologi kekerasan global.
Banyak analis berpendapat bahwa mengkritik Zionisme tanpa mengkritik Islamisme radikal akan mengaburkan penyebab konflik sebenarnya dan malah memicu polarisasi sektarian yang berkelanjutan.
Perlunya Keseimbangan Moral dan Analitis
Kritik terhadap Noam Chomsky dalam isu Israel-Palestina bukan menolak urgensi perlawanan terhadap kolonialisme dan ketidakadilan struktural. Namun, perjuangan anti-penjajahan harus dibarengi dengan penolakan terhadap fundamentalisme agama yang juga menindas dan eksploitatif.
Agar benar-benar berpihak pada rakyat, analisis konflik harus melampaui narasi biner "penjajah vs tertindas". Rakyat Palestina berhak atas kemerdekaan, tapi juga berhak terbebas dari represi dan ideologi yang menindas dari dalam.
Perspektif Muslim Progresif: Menolak Kolonialisme, Mengkritik Islamisme
Banyak intelektual Muslim progresif seperti Abdullahi Ahmed An-Na'im, Mohammed Arkoun, Mustafa Akyol, dan Maulana Wahiduddin Khan menekankan bahwa perjuangan melawan penjajahan dan ketidakadilan tidak boleh dijalankan dengan menggantinya dengan penindasan baru yang berselubung agama.
Mereka mengajukan tiga prinsip utama:
- Penolakan terhadap Islamisme sebagai ideologi politik teokratis yang mereduksi Islam menjadi alat kekuasaan.
- Pembelaan atas hak-hak individu, pluralisme, dan kebebasan berpikir dalam kerangka nilai-nilai Islam yang rasional dan welas asih.
- Kritik terhadap kelompok seperti Hamas yang menggunakan label Islam untuk menjustifikasi kekerasan dan tirani dalam negeri.
Chomsky vs Kritik Muslim Progresif: Ketimpangan Analisis
Noam Chomsky, dalam semangat anti-imperialismenya, memang menyoroti penderitaan Palestina secara tajam. Namun ia cenderung:
Menganggap kekerasan dari Hamas sebagai reaksi wajar akibat penjajahan Israel, tanpa menyelidiki akar ideologisnya yang tidak kompatibel dengan nilai demokrasi dan hak asasi.