"Nah, dua minggu lalu, aku ketemu beliau waktu kajian. Saat kamu nggak bisa datang karena sakit. Dikenalkan oleh Ustadzah Ica. Ternyata kolega beliau. Saat itu aku sedang berdiskusi dengan Ustadzah Ica, kemudia Mas Arief datang untuk menyapa Ustdzah."
"Masyaallah, terus gimana kok bisa sampai ke rumah ?" Aku masih penasaran.
"Kemudian, seminggu dari itu Ustadzah Ica menghubungiku, bahwa ada yang ingin berkenalan denganku, katanya sedang cari istri. Aku segan menolak, karena langsung dari Ustadzah, jadi aku iyakan. Dan Qadarullah, ternyata Mas Arief yang dimaksud."
Bisa kurasakan rasa bahagia Mba Embun. Membawaku pada kenangan saat Mas Indra Meminta pada Bapak untuk mengajukan lamaran padaku.
"Kemudian kami bertukar biodata, dan setelah melakukan do'a serta istikharah, akhirnya aku menerimanya."
"Bismillah ya Mba, aku turut berbahagia, semoga jodoh hingga syurga Mba."
"Aamiin, terimakasih Sen. Aku yakin nggak lama lagi kamu juga, aamiin."
"Aamiin.... Eh Mba, ada fotonya ndak ? Aku penasaran orangnya Mba? Pasti ganteng.." Aku menggodanya.
"Boleh kok, aku kirim WA ya. Assalamualaikum" Mba Embun Menutup telepon.
Kemudian aku membuka WA Mba Embun dengan rasa bahagia. Karena akhirnya sahabatku mampu menutup lukanya, dan membuka lembaran baru. Semoga aku juga bisa begitu.
la haula wala quwwata illa billah. Tak terasa air mataku menetes dikedua pipi saat melihat foto yang dikirmkan Mba Embun. Ya Allah, ini Mas Indra. Arief yang dimaksud ternyata adalah Arief Indra, mantan pasanganku. Seketika aku merasa perban hatiku terbuka dan tersayat kembali luka itu. Perih, hingga tangisku tak bersuara. Bagimana bisa engkau uji aku kembali dengan orang yang sama ya Rabb. Dan kenapa harus Sahabatku yang Engkau pilih?