"Ya itu. Tadi aku dengar ada yang bilang kalau banyak ingat mati itu tanda orang cerdas," jawab Kasim sementara tiga pemuda tadi mulai duduk di dekatnya.
"Oh, itu memang benar Pak, tapi maksudnya adalah yang mempersiapkan kematiannya. Karena dia sadar dia bisa mati kapan saja, dia berusaha mengontrol perbuatannya," jawab salah satu pemuda.
Kasim lalu teringat pada Juhri.
"Aku jadi ingat salah satu temanku yang mati mengenaskan karena kecelakaan. Aku tidak mau mati seperti itu."
"Meninggal dalam keadaan mengenaskan tidak berarti selalu buruk, Pak. Zaman dulu, ketika Rasulullah berperang, banyak dari sahabat beliau meninggal dengan jasad yang penuh luka bahkan ada yang hampir tidak bisa dikenali. Akan tetapi, semua orang tahu mereka meninggal dalam keadaan syahid. Yang akan dipertanggungjawabkan nanti adalah ketika meninggal kita sedang melakukan apa, Pak, tidak jadi soal rupa jasad kita seperti apa."
Kasim tidak membalas perkataan pemuda itu. Para pemuda itu pun pamit pada Kasim dan mulai berjalan meninggalkan masjid. Hanya berselang beberapa langkah, Kasim bertanya pada mereka,
"Bagaimana caranya agar aku tahu kapan aku mati?"
Para pemuda itu kembali saling berpandangan. Kemudian, salah satu dari mereka menjawab dengan kalimat yang tidak asing di telinga Kasim, seolah-olah ia mendapati Juhri gagal mati lagi dan bangkit menjadi orang lain.
"Hanya Allah yang tahu, Pak. Kematian itu dirahasiakan agar kita selalu berusaha berbuat baik setiap saat."
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI