Mohon tunggu...
ANGRA PRIYA
ANGRA PRIYA Mohon Tunggu... Mahasiswa

Hobi Menonton Dan Review Film

Selanjutnya

Tutup

Film

Review Film Sukma : Ketika Eksperimen Horror Baim Wong Berani, Tapi Nanggung

15 September 2025   08:40 Diperbarui: 15 September 2025   08:40 145
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Nonton film horor di Indonesia itu kadang seperti main tebak-tebakan: hantu nongol dari mana, musik kencang di momen apa, dan siapa yang selamat di akhir. Nah, lewat Sukma, Baim Wong coba keluar dari template horor Indo pada umumnya. Film keduanya ini jelas nunjukin ambisi buat naik level setelah Lembayung.

Di awal, gue sempat mikir, "Oke, ini beda." Sukma berani menggabungkan mistis dengan nuansa yang agak artsy---bahkan ada unsur surealis yang jarang kita temuin di horor lokal. Tapi sayangnya, di balik keberanian itu, ada beberapa hal yang bikin film ini terasa nanggung.

Ceritanya sebenarnya menarik: tentang sebuah cermin antik yang bisa menukar tenaga manusia. Premisnya unik, creepy, bahkan punya potensi jadi disturbing kalau dieksekusi matang. Sayangnya, naskah yang ditulis terkesan cetek, sering lompat-lompat, dan bikin beberapa adegan jadi aneh. Tiba-tiba ada kejadian besar tanpa build up yang jelas, sehingga kesannya "kok kebetulan banget sih?"

Christine Hakim, yang jadi daya tarik utama, jelas punya kapasitas luar biasa. Akting beliau biasanya selalu gila-gilaan, tapi di sini malah terasa dibatasi oleh penulisan karakter yang nanggung. Gue bisa nangkep niat Baim bikin karakter Christine creepy dan disturbing, tapi di layar malah jadi setengah matang. Padahal dengan nama sebesar Christine Hakim, penonton pasti punya ekspektasi tinggi.

Secara teknis, Sukma tetap digarap serius. Sinematografi cukup efektif membangun suasana kelam lewat cahaya dan bayangan. Rumah tua dan cermin antik jadi elemen visual yang memperkuat kesan mistis. CGI juga terlihat ambisius meski ada beberapa momen yang agak kasar. Musik latar cukup membantu menciptakan ketegangan tanpa berlebihan, sementara editing lumayan rapi meski bagian tengah film sempat melambat.

Bagian ending justru yang paling bikin geleng-geleng kepala. Adegan klimaksnya terasa teos banget---aneh, buru-buru, dan bikin feel horor yang udah dibangun runtuh begitu aja. Gue pribadi jadi agak kehilangan momen "takut"-nya, dan lebih ke rasa janggal.

Kalau liat komentar di Letterboxd, banyak yang bilang film ini overrated. Temen-temen gue juga ada yang bilang bagus banget, padahal menurut gue justru flop parah. Mungkin karena ekspektasi di awal tinggi, pas realitanya nggak sekuat itu, jadi makin terasa zonk. Tapi di sisi lain, gue tetap apresiasi usaha Baim buat nggak bikin horor yang sekadar template jumpscare doang.

Nonton Sukma tuh rasanya kayak lagi jalan di dua jalur: ada rasa seneng karena ini beda, tapi juga kecewa karena potensinya nggak dimaksimalkan.

Rating: 5,5/10

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun