Mohon tunggu...
Anggraeni Vriscilia P Harianja
Anggraeni Vriscilia P Harianja Mohon Tunggu... PKN STAN

Memiliki ketertarikan dalam ekonomi, perpajakan, dan keuangan negara

Selanjutnya

Tutup

Financial

Strategi Pencegahan Tax Avoidance pada UMKM: Kunci Optimalisasi Penerimaan Negara

7 Februari 2025   17:00 Diperbarui: 7 Februari 2025   16:50 197
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Indonesia adalah salah satu negara berkembang dengan pertumbuhan ekonomi yang signifikan. Pemerintah terus berupaya melakukan pembangunan infrastruktur dan fasilitas umum demi kesejahteraan masyarakat. Selain itu, pemerataan pembangunan menjadi hal penting untuk memastikan terwujudnya keadilan dan kesejahteraan masyarakat Indonesia. Dalam rangka mewujudkan hal tersebut, pendapatan negara terutama dari sektor pajak harus dimaksimalkan karena pajak merupakan kontributor utama dalam mendukung pembangunan dan keberlanjutan ekonomi negara (Waluyo, 2003).

Berdasarkan Undang-Undang No. 28 Tahun 2007, pajak didefenisikan sebagai kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Oleh karena itu, peran masyarakat dalam membayar pajak sangat penting untuk mewujudkan Indonesia yang adil dan sejahtera.

Salah satu langkah strategis pemerintah dalam meningkatkan penerimaan pajak adalah dengan memungut pajak dari Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). UMKM memiliki kontribusi besar terhadap perekonomian Indonesia. Berdasarkan data terbaru dari Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia, UMKM menyumbang hingga 60,51% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional.

Sebagai pilar penting dalam perekonomian, UMKM memiliki kewajiban perpajakan untuk membantu mengoptimalkan penerimaan negara (Sari dkk, 2021). Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2022, UMKM dengan akumulasi peredaran bruto tahunan antara Rp500 juta hingga kurang dari Rp4,8 miliar dikenakan Pajak Penghasilan final sebesar 0,5% dari penghasilan bruto bulanan. Dengan adanya regulasi ini, pemerintah berupaya memastikan bahwa kewajiban perpajakan UMKM tetap sederhana agar UMKM memberikan kontribusi bagi pembangunan nasional.

Meskipun pemerintah telah memberikan regulasi sederhana dalam kewajiban perpajakan UMKM, masih terdapat praktik penghindaran pajak (tax avoidance) yang dilakukan oleh pengusaha dan pelaku usaha kecil. Tax avoidance adalah upaya penghindaran pajak untuk mengurangi beban pajak dengan memanfaatkan celah ketentuan perpajakan negara. Salah satu contoh upaya pengurangan kewajiban pajak yang dilakukan pengusaha UMKM adalah memecah usaha dengan mendirikan usaha baru apabila peredaran brutonya telah mendekati Rp4,8 miliar. Dengan melakukan upaya ini, wajib pajak tidak dikenakan Pajak Penghasilan Badan dengan tarif 22% sesuai dengan UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan No. 7 Tahun 2021, melainkan tetap dikenakan tarif Pajak Penghasilan final UMKM yaitu 0,5% dari peredaran bruto. Selain itu, terdapat alasan lain pengusaha UMKM melakukan upaya penhindaran pajak, yakni adanya pandangan yang memberatkan sebelah pihak yaitu kurangnya pendekatan antara petugas pajak dengan pelaku usaha UMKM. Hal ini mengakibatkan pandangan pelaku usaha terhadap pajak menjadi buruk (Laily, 2022).

Upaya penghindaran pajak yang dilakukan pengusaha atau pelaku UMKM ini dapat menyebabkan kerugian bagi pelaku usaha dan negara. Adapun kerugian tax avoidance bagi UMKM, antara lain:

  • Kerugian Finansial

Meskipun upaya pengindaran pajak tampak menguntungkan dalam jangka pendek, tetapi dalam jangka panjang justru dapat merugikan pelaku UMKM. Strategi penghindaran pajak seperti pemecahan usaha memerlukan biaya tambahan, termasuk biaya administrasi, operasional, dan lainnya dalam mendirikan usaha baru. Selain itu, pengusaha yang melakukan praktik ini mungkin akan kehilangan kesempatan untuk memperoleh akses fasilitas perpajakan seperti insentif pajak bagi UMKM yang patuh dalam membayar pajak.

  • Risiko Sanksi Hukum

Pemerintah terus meningkatkan pengawasan pajak dengan sistem pelaporan yang transparan dan terintegrasi. Oleh karena itu, jika pelaku UMKM melakukan tax avoidance yang berlebihan dapat berujung pada tax evasion, yaitu penghindaran pajak ilegal, misalnya menyampaikan SPT/pembukuan yang tidak sesuai, sesuai Pasal 39 ayat 91) UU KUP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP, pelaku dapat dikenai sanksi administratif, denda, atau pidana. Hal ini akan berdampak buruk bagi keberlanjutan bisnis di mata investor dan pelanggan.

  • Hambatan dalam Pengembangan Usaha

Pengusaha kecil yang lebih fokus pada strategi penghindaran pajak daripada pengembangan usaha dapat mengalami stagnansi pertumbuhan UMKM yang dimilikinya. Dengan membatasi peredaran bruto agar tetap di bawah Rp4,8 miliar, pengusaha akan kehilangan peluang ekspansi yang lebih besar.

Bagi negara, tentu saja praktik tax avoidance yang dilakukan pengusaha kecil dapat mengurangi penerimaan negara. Maka dari itu, untuk mengatasi praktik penghindaran pajak dan mengoptimalkan penerimaan pajak dari sektor UMKM, diperlukan strategi yang komprehensif dan kolaboratif antara pemerintah dan pelaku usaha. Beberapa strategi yang dapat dilakukan, antara lain:

  • Penyuluhan dan Edukasi Perpajakan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun