Indonesia adalah salah satu negara berkembang dengan pertumbuhan ekonomi yang signifikan. Pemerintah terus berupaya melakukan pembangunan infrastruktur dan fasilitas umum demi kesejahteraan masyarakat. Selain itu, pemerataan pembangunan menjadi hal penting untuk memastikan terwujudnya keadilan dan kesejahteraan masyarakat Indonesia. Dalam rangka mewujudkan hal tersebut, pendapatan negara terutama dari sektor pajak harus dimaksimalkan karena pajak merupakan kontributor utama dalam mendukung pembangunan dan keberlanjutan ekonomi negara (Waluyo, 2003).
Berdasarkan Undang-Undang No. 28 Tahun 2007, pajak didefenisikan sebagai kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Oleh karena itu, peran masyarakat dalam membayar pajak sangat penting untuk mewujudkan Indonesia yang adil dan sejahtera.
Salah satu langkah strategis pemerintah dalam meningkatkan penerimaan pajak adalah dengan memungut pajak dari Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). UMKM memiliki kontribusi besar terhadap perekonomian Indonesia. Berdasarkan data terbaru dari Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia, UMKM menyumbang hingga 60,51% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional.
Sebagai pilar penting dalam perekonomian, UMKM memiliki kewajiban perpajakan untuk membantu mengoptimalkan penerimaan negara (Sari dkk, 2021). Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2022, UMKM dengan akumulasi peredaran bruto tahunan antara Rp500 juta hingga kurang dari Rp4,8 miliar dikenakan Pajak Penghasilan final sebesar 0,5% dari penghasilan bruto bulanan. Dengan adanya regulasi ini, pemerintah berupaya memastikan bahwa kewajiban perpajakan UMKM tetap sederhana agar UMKM memberikan kontribusi bagi pembangunan nasional.
Meskipun pemerintah telah memberikan regulasi sederhana dalam kewajiban perpajakan UMKM, masih terdapat praktik penghindaran pajak (tax avoidance) yang dilakukan oleh pengusaha dan pelaku usaha kecil. Tax avoidance adalah upaya penghindaran pajak untuk mengurangi beban pajak dengan memanfaatkan celah ketentuan perpajakan negara. Salah satu contoh upaya pengurangan kewajiban pajak yang dilakukan pengusaha UMKM adalah memecah usaha dengan mendirikan usaha baru apabila peredaran brutonya telah mendekati Rp4,8 miliar. Dengan melakukan upaya ini, wajib pajak tidak dikenakan Pajak Penghasilan Badan dengan tarif 22% sesuai dengan UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan No. 7 Tahun 2021, melainkan tetap dikenakan tarif Pajak Penghasilan final UMKM yaitu 0,5% dari peredaran bruto. Selain itu, terdapat alasan lain pengusaha UMKM melakukan upaya penhindaran pajak, yakni adanya pandangan yang memberatkan sebelah pihak yaitu kurangnya pendekatan antara petugas pajak dengan pelaku usaha UMKM. Hal ini mengakibatkan pandangan pelaku usaha terhadap pajak menjadi buruk (Laily, 2022).
Upaya penghindaran pajak yang dilakukan pengusaha atau pelaku UMKM ini dapat menyebabkan kerugian bagi pelaku usaha dan negara. Adapun kerugian tax avoidance bagi UMKM, antara lain:
- Kerugian Finansial
Meskipun upaya pengindaran pajak tampak menguntungkan dalam jangka pendek, tetapi dalam jangka panjang justru dapat merugikan pelaku UMKM. Strategi penghindaran pajak seperti pemecahan usaha memerlukan biaya tambahan, termasuk biaya administrasi, operasional, dan lainnya dalam mendirikan usaha baru. Selain itu, pengusaha yang melakukan praktik ini mungkin akan kehilangan kesempatan untuk memperoleh akses fasilitas perpajakan seperti insentif pajak bagi UMKM yang patuh dalam membayar pajak.
- Risiko Sanksi Hukum
Pemerintah terus meningkatkan pengawasan pajak dengan sistem pelaporan yang transparan dan terintegrasi. Oleh karena itu, jika pelaku UMKM melakukan tax avoidance yang berlebihan dapat berujung pada tax evasion, yaitu penghindaran pajak ilegal, misalnya menyampaikan SPT/pembukuan yang tidak sesuai, sesuai Pasal 39 ayat 91) UU KUP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP, pelaku dapat dikenai sanksi administratif, denda, atau pidana. Hal ini akan berdampak buruk bagi keberlanjutan bisnis di mata investor dan pelanggan.
- Hambatan dalam Pengembangan Usaha
Pengusaha kecil yang lebih fokus pada strategi penghindaran pajak daripada pengembangan usaha dapat mengalami stagnansi pertumbuhan UMKM yang dimilikinya. Dengan membatasi peredaran bruto agar tetap di bawah Rp4,8 miliar, pengusaha akan kehilangan peluang ekspansi yang lebih besar.
Bagi negara, tentu saja praktik tax avoidance yang dilakukan pengusaha kecil dapat mengurangi penerimaan negara. Maka dari itu, untuk mengatasi praktik penghindaran pajak dan mengoptimalkan penerimaan pajak dari sektor UMKM, diperlukan strategi yang komprehensif dan kolaboratif antara pemerintah dan pelaku usaha. Beberapa strategi yang dapat dilakukan, antara lain:
- Penyuluhan dan Edukasi Perpajakan
Pemerintah melalui Kementerian Keuangan khususnya Direktorat Jenderal Pajak perlu meningkatkan literasi perpajakan bagi pelaku UMKM melalui penyuluhan, seminar, dan pelatihan. Dengan pemahaman yang lebih baik mengenai manfaat pajak dan konsekuensi tax avoidance, UMKM dapat lebih patuh dalam memenuhi kewajiban perpajakannya.
- Penerapan Pajak Progresif pada UMKM
Pemerintah dapat mempertimbangkan skema pajak progresif bagi UMKM, sehingga pengusaha UMKM dapat dikenakan pajak sesuai dengan peredaran bruto usaha yang dimilikinya, sesuai dengan tarif yang ditetapkan pemerintah. Selain mencegah dilakukannya tax avoidance oleh UMKM, hal ini juga sesuai dengan salah satu asas perpajakan oleh Adam Smith yaitu asas equality atau keadilan.
- Penguatan Pengawasan terhadap Pemecahan Usaha
Solusi lain untuk mengurangi tax avoidance pemerintah dapat memperketat regulasi terkait kepemilikan usaha dengan membatasi jumlah usaha yang dapat dimiliki oleh satu individu. Hal ini dapat mengurangi penyalahgunaan pemecahan usaha yang bertujuan untuk menghindari pajak lebih tinggi.
- Pemberian Insentif bagi Wajib Pajak Patuh
Pemerintah dapat memberikan insentif kepada UMKM yang memiliki rekam jejak kepatuhan pajak yang baik. Insentif ini dapat berupa pengurangan tarif pajak, prioritas dalam program bantuan usaha, dan lainnya. Dengan adanya insentif, pelaku UMKM lebih terdorong mematuhi kewajiban perpajakannya.
Tax avoidance pada UMKM dapat berdampak negatif bagi negara maupun pelaku usaha kecil. Praktik ini tidak hanya mengurangi penerimaan negara, tetapi juga berisiko menimbulkan kerugian finansial, sanksi, dan hambatan dalam pengembangan usaha. Oleh karena itu, strategi pencegahan penghindaran pajak perlu diterapkan melalui edukasi perpajakan, penerapan pajak progresif pada UMKM, penguatan pengawasan terhadap pemecahan usaha, dan pemberian insentif bagi wajib pajak patuh. Dengan upaya ini, UMKM dapat berkontribusi lebih optimal dalam mendukung penerimaan pajak negara sekaligus memastikan pertumbuhan usaha yang berkelanjutan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI