Mohon tunggu...
Andreas Neke
Andreas Neke Mohon Tunggu... Pegiat media sosial

Andreas Neke lahir di Sobo (Mangulewa) pada 08/03/80. Pendidikan Dasar di SDI Waruwaja. Pendidikan Menengah di SMPN 2 Bajawa dan SMAN Bajawa. Selanjutnya ke Seminari KPA St. Paulus Mataloko (2 tahun) , dan Pendidikan Calon Imam Kapusin (OFM Cap) di Sibolga (1 tahun), Parapat (1 tahun) , Nias (1 tahun), STFT St. Yohanes Pematangsiantar (4 tahun), TOP di Paroki St. Fransiskus Xaverius Ndondo (10 bulan), serta Pasca Sarjana (2 tahun). Pernah mengajar di SMA St. Clemens Boawae (2010-2017). Saat ini mengajar di SMK Sanjaya Bajawa. Aktif menulis media sosial. Sudah menulis 3 buah buku yang berjudul REMAJA DAN PERGUMULAN JATI DIRINYA (2015), IMAN YANG MEMBUMI (2016), dan MENATA BANGSA YANG BERADAB (2025) . Tinggal di Padhawoli, Kel. Trikora, Bajawa, Flores, NTT.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

GURU SWASTA dan Kebijakan yang Diskriminatif di Negeri Konoha

17 September 2025   07:16 Diperbarui: 17 September 2025   08:27 26
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar AI dari Facebook

Menyikapi situasi yang ada, saya hendak mengusulkan dua hal untuk dipertimbangkan oleh pihak berwenang selaku pengambil kebijakan di negeri ini. Pertama, dalam hubungannya dengan Tunjangan Profesi Guru (TPG). Kiranya besaran Tunjangan Profesi Guru (TPG) bagi guru-guru swasta disesuaikan dengan masa kerja. Artinya tidak bisa sama untuk semua guru agar memenuhi rasa keadilan bagi masing-masing guru. Minimalnya adalah Rp.2.000.000 per bulan bagi guru yang masa kerjanya satu sampai tiga tahun, sedangkan yang lain disesuaikan dengan masa kerja, yang menaik setiap 3 (tiga) tahun atau kenaikannya tiap tiga tahun sekali dalam besaran tertentu.

Kedua, dalam hubungannya dengan peluang untuk memperbaiki kesejahteraan hidup melalui jalur perekrutan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K). Untuk memenuhi prinsip keadilan, kiranya guru-guru swasta tidak dianaktirikan oleh regulasi. Mereka harus diperlakukan dengan adil, dalam mana diberikan kesempatan yang sama untuk mengikuti perekrutan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K), yang selanjutnya ditempatkan kembali di sekolah masing-masing.

Ini penting untuk menyamakan status selaku anak bangsa dan tidak ada lagi dikotomi antara sekolah negeri dan sekolah swasta. Guru-guru swasta layak diberi kesempatan untuk mengikuti perekrutan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K) dan selanjutnya ditempatkan kembali di masing-masing sekolah swasta tersebut.

Sebaliknya, penempatan guru-guru ASN di sekolah-sekolah swasta justru akan merampas hak guru-guru swasta. Ini bisa dilaksanakan manakala pihak yayasan sama sekali tidak mampu memenuhi kesejahteraan guru atau jika yayasan tidak berkemampuan untuk merekrut guru-guru baru karena keterbatasan finansial.

Dengan demikian, dua gagasan di atas (besaran Tunjangan Profesi Guru (TPG) dan kesempatan perekrutan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K) antara sekolah negeri dan sekolah swasta, merupakan hal fundamental untuk memenuhi prinsip keadilan.

Ini penting agar tidak ada dikotomi antara guru ASN dan guru swasta, juga dikotomi antara sekolah negeri dan sekolah swasta. Keduanya adalah anak bangsa yang perlu mendapatkan perhatian yang sama. Jika yang satu diperlakukan "istimewa" sedangkan yang lainnya biasa-biasa saja, berarti telah berlaku prinsip "ketidakadilan sosial" di negeri yang menganut prinsip "keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia" ini.

Menurut hemat saya, guru yang sejahtera adalah guru yang telah mengalami dan merasakan prinsip keadilan, sehingga tidak ada perbandingan antara guru negeri dan guru swasta. Bersamaan dengan itu, masing-masing akan fokus untuk mengabdi bagi generasi masa depan bangsa guna menggapai cita-cita bangsa untuk "mencerdaskan kehidupan bangsa". Tanpa prinsip keadilan antara guru ASN dan guru swasta, mimpi besar untuk "mencerdaskan kehidupan bangsa" hanya akan menjadi angan-angan yang tidak akan pernah tercapai.

Sudah saatnya profesi "guru" dihargai sebagai profesi yang mulia. Negara tidak boleh menganggap mereka sebagai "beban", tetapi asset yang paling berharga untuk memajukan kehidupan bangsa. Guru layak diperlakukan istimewa.

Negara-negara yang telah maju di berbagai belahan bumi ini, adalah negara-negara yang telah memperlakukan profesi keguruan secara istimewa sehingga mereka telah mencapai taraf peradaban yang berperikemanusiaan. Kiranya para pemangku kebijakan di negeri ini dapat memperlakukan profesi keguruan secara istimewa melalui regulasi yang berkeadilan, tanpa pembedaan antara guru ASN dan guru swasta demi Indonesia yang cerdas dan berkarakter. 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun