Pertama kali langsung merasakan
Ada kesamaan dengan terdahulu
Aku seperti melihat tubuh itu. Pandangan sayu menusuk kalbu
Takdir sepertinya mengiring pada rangkaian kata
Tak perlu susah mengeja. Rangkaian huruf itu begitu menggetarkan dada
Rangkaian huruf pertama telah berlalu
Perlahan berlari membawa tubuhnya. Mencari api yang lain
Sementara bara yang ada di sini harus berjuang sendiri
Menunggu seseorang menghampiri
Yang kedua hari ini ia datang. Menengok bara
Kemudian tersenyum. Seperti yang dulu
Pandangan sayu itu
Membangunkan bara yang hampir padam
Jilatan api ini tak mungkin hanya diam
Di daerah asalnya, tanah ia berpijak
Tak yakin sampai kesanakah hati ini berdetak
Aku harus mengarungi samudera. Musuh bara yang menjilat-jilat
Baraku akan padam, atau malah membesar oleh tiupan dewi kelana
Tapi aku masih perlu perahu. Membelah air yang membentang
Karena pukulan Musa tidak lagi datang
Perahu pembawa selamat. Tuhan pemberi nikmat
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI