Lihat ke Halaman Asli

Hasto Kembali Jadi Sekjen: Ini Analisa Filsafat Politik pada PDIP Paska Pilpres

Diperbarui: 14 Agustus 2025   21:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto: Detikcom

#HastoKembaliJadiSekjen #HastoSekjenPDIP 

Bab I, Megawati: The One and Only

Sejak 1998, satu nama selalu berada di puncak piramida kekuasaan PDIP: Megawati Soekarnoputri. Ia bukan sekadar Ketua Umum; ia adalah simbol, penentu arah, dan figur pemersatu partai. Namun, selama dua dekade lebih, kepemimpinan di PDIP tak berganti.

Melihat nama Partai demokrasi Indonesia Perjuangan, akan menimbulkan pertanyaan mendasar: apakah ini bentuk konsistensi untuk menjaga kesatuan, atau justru tanda kemacetan demokrasi internal?.

Filsafat Teori Kekuasaan

Max Weber, sosiolog Jerman, telah mengklasifikasikan sumber legitimasi kekuasaan menjadi tiga:
1. Tradisional: berdasar adat dan warisan.
2. Karismatik: berdasar pesona dan kemampuan pribadi.
3. Legal-Rasional: berdasar aturan tertulis yang disepakati.

Kekuasaan Megawati di PDIP nyaris sempurna memadukan dua yang pertama: tradisional (warisan nama Soekarno) dan karismatik (pengaruh pribadi yang dianggap tak tergantikan).

Teori inilah yang membuatnya mampu bertahan melampaui siklus normal pergantian elite dalam partai modern.

Analisis kasus

Dalam demokrasi internal partai, pergantian pemimpin idealnya dilakukan melalui mekanisme kompetisi terbuka dan berkala. Namun, PDIP membentuk kultur leader-centric, di mana posisi Ketum menjadi simbol stabilitas.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline