Biasanya, kita tidak suka dipaksa untuk melakukan sesuatu. Misalnya, harus minum obat. Tapi, itu lebih baik dari pada terpaksa, bukan?
Misalnya, kita sudah sakit parah. Semua organ tubuh sakit semua rasanya. Satu-satunya cara meredakan sakit adalah dengan minum obat. Terpaksa minum obat. Repot.
Demi menjaga kesehatan, dari pada dipaksa minum obat, lebih baik dipaksa buat olahraga. Siapa yang bisa memaksa? Ya diri sendiri.
Dipaksa Berolahraga
Aku termasuk orang yang tidak punya waktu untuk olahraga (baca: malas) berolahraga. Jadi harus dipaksa. Tapi, masa olahraga saja harus dipaksa? Faktanya begitu. Jika tidak dipaksa takkan pernah mau olahraga. Tapi paksaan di sini suatu yang positif ya.
Dari bermacam olahraga mainstream seperti sepak bola, basket, badminton maupun lari, satu-satunya yang tidak membutuhkan teknis khusus adalah lari. Jika tak kuat lari, berjalan pun masih dianggap olahraga. Maka, aku memilihnya.
Meluangkan waktu seminggu sekali pun sudah. Ada saja alasannya. Lalu, larinya sama siapa? Gabung komunitas, aku enggan. Inginnya mengajak istri. Tapi istri pun kerjaan tak habis-habis di rumah.
Solo Walking: Olahraga Anti-ribet
Solo walking solusinya. Olahraga sendirian, mengapa tidak? Target yang lebih penting untuk dicapai adalah kesehatan. Jadi, ada teman maupun sendiri, tidak masalah.
Pakaian yang nyaman, sepatu, topi, jam pintar, HP untuk memutar musik. Outfit seadanya itu sudah cukup untuk mewujudkan olahraga berlari.