Mohon tunggu...
Sunan Amiruddin D Falah
Sunan Amiruddin D Falah Mohon Tunggu... Staf Administrasi

NEOLOGISME

Selanjutnya

Tutup

New World Pilihan

Fenomena 'Elite Kepala Busuk'

7 Oktober 2025   09:44 Diperbarui: 7 Oktober 2025   09:44 37
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Elite Kepala Busuk (SPY/SUPRRIYANTO/KOMPAS.ID)

"Anak Ekor Busuk" dan "Elite Kepala Busuk" yang Identik Menjadi Beban Ekonomi

Kita tengah menghadapi krisis kepakaran dalam konteks "elite kepala busuk" jika tak layak disebut penolakan bahkan penghapusan atas meritokrasi atau kekeliruan fatal dalam merekrut posisi-posisi penting pejabat publik, yang tidak ditempatkan melalui rangkaian "fit and proper test", melainkan berdasar rekam jejak dan surveillance belaka.

Sebagian besar masyarakat membaca krisis tersebut secara tersirat maupun tersurat melalui sederet nama pejabat, yang  public speaking-nya kerap dinilai tidak etis, kemampuan yang ditunjukkan cenderung emosional, kebijakan yang dikeluarkan tidak masuk akal, respons anti kritik atas kinerja yang dikritik hingga identitas akademik yang terus dipertanyakan publik.    

Sebelum masuk ke fenomena "elite kepala busuk", ada baiknya terlebih dulu memahami istilah "anak ekor busuk", yakni gelar yang didapat generasi muda di China yang digambarkan sebagai lulusan perguruan tinggi atau sarjana yang terpaksa bekerja dengan gaji rendah dan bergantung pada orang tua, lantaran tidak mendapatkan pekerjaan yang layak dan sesuai dengan pendidikan mereka.

Istilah "anak ekor busuk" sendiri diambil dari sebutan "gedung ekor busuk" yang ditujukan terhadap proyek perumahan mangkrak dan menjadi beban ekonomi China sejak 2021.

Di sini anak ekor busuk berarti diibaratkan gedung atau proyek perumahan mangkrak yang menjadi beban ekonomi pemerintah China, sebab identik dengan banyaknya (anak) lulusan perguruan tinggi atau sarjana, yang masih menjadi beban orang tua (keluarga) dalam hal keuangan. 

Salah satu faktor terbesar munculnya fenomena "anak ekor busuk" adalah ketidakcocokan antara pasokan dan permintaan sumber daya manusia. Artinya, ketersediaan lapangan kerja tidak sesuai dengan sumber daya yang ada.

Selain itu, meskipun telah mendapatkan pendidikan vokasi, sulit bagi lulusan baru untuk memperoleh pekerjaan dengan standar gaji yang mencukupi. Sebab banyak lowongan kerja yang mencantumkan syarat-syarat menyulitkan. 

Misalnya, banyak perusahaan mencari kandidat yang sudah berpengalaman. Sebagai lulusan baru, yang tidak atau belum memiliki pengalaman, perusahaan akan menolak dengan alasan tidak memiliki sumber daya untuk melatih karyawan baru, atau bila tanpa pengamalan maka gaji yang ditawarkan sangat rendah.

Oleh sebab itu, sebagian besar lulusan perguruan tinggi atau sarjana lebih memilih mundur dari persaingan kerja hiperkompetitif dan tidak bersedia kerja di luar kompetensi pendidikannya, apalagi bergaji rendah. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten New World Selengkapnya
Lihat New World Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun