Mohon tunggu...
Sunan Amiruddin D Falah
Sunan Amiruddin D Falah Mohon Tunggu... Staf Administrasi

NEOLOGISME

Selanjutnya

Tutup

New World Pilihan

Fenomena 'Elite Kepala Busuk'

7 Oktober 2025   09:44 Diperbarui: 7 Oktober 2025   09:44 150
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Elite Kepala Busuk (SPY/SUPRRIYANTO/KOMPAS.ID)

Faktanya, terdapat nama-nama relawan, baik yang terafiliasi dengan kepartaian maupun tidak, kini menduduki jabatan penting di pemerintahan. Bukti lain timbulnya penjasab politik dari eksistensi relawan politik adalah adanya permintaan jabatan dari para relawan baik secara terselebung maupun terang-terangan, hal ini mengindikasikan bahwa jasa yang mereka lakukan adalah utang jasa politik atas budi politik yang harus dibayar oleh pemenang pemilu.  

4. Relasi kelompok sekepentingan dan akomodasi politik yang menciptakan keputusan atas prinsip kekeluargaan atau pertemanan, yang juga melahirkan proses pemilihan jabatan berdasar nama-nama titipan seseorang atau pesanan kelompok tertentu, ikut melenyapkan meritokrasi.

Proses klaim posisi jabatan melalui transaksi politik, politik sandera, utang politik, relasi kelompok sekepentingan dan akomodasi politik, yang sebagian besarnya telah menggantikan cara-cara meritokrasi dalam menentukan jabatan penting di pemerintahan merupakan bagian dari ruang demokrasi yang sistemnya rusak.

Ruang demokrasi yang sistemnya rusak berikut dampaknya pada pemilihan posisi-posisi jabatan penting yang diisi bukan oleh pakarnya atau kualifikasi yang tidak sesuai penempatannya bahkan cenderung tidak memiliki kompetensi, potensi, kinerja, integritas, moralitas, sangat berpotensi sudah menjadi kepala busuk sejak awal. 

Ini Alasan Mengapa Harus Kepala Busuk? 

Ada pepatah yang disampaikan Presiden Prabowo Subianto pada saat menyampaikan pengarahan terkait antikorupsi di Akademi Militer, Magelang, Jawa Tengah. 

Prabowo ketika itu menyampaikan, "Ada pepatah mengatakan, kalau ikan menjadi busuk, busuknya mulai dari kepala". Artinya, baik atau buruknya suatu lembaga dan negara akan berasal dari pemimpinnya. Maka bila suatu lembaga buruk atau busuk, busuknya berasal dari pimpinan.

Namun bila dicermati pada cara menentukan pilihan kepemimpinan di Kementrian, BUMN dan di berbagai lembaga pemerintahan pada era Presiden Prabowo Subianto, yang terindikasi ditentukan oleh transaksi politik, politik sandera, utang politik dan relasi kelompok sekepentingan serta akomodasi politik berbasis prinsip kekeluargaan atau pertemanan--pepatah ikan busuk dari kepala justru terkesan menjadi paradoks.

Sebab faktanya, sebagian besar proses penentuan jabatan (pimpinan/kepala) tidak melalui fit and proper test atau tidak mengacu pada kapasitas dan kapabilitas kemampuan (kepakaran) juga cenderung ditempatkan tidak sesuai dengan kualifikasi, tidak memiliki kompetensi, potensi, kinerja, integritas, moralitas (ketiadaan meritokrasi), yang artinya proses kebusukan kepala ikan sebenarnya sudah dimulai sejak awal.

Awal busuknya kepala tidak hanya beranjak dari proses penentuannya. Seperti diuraikan di atas bahwa pada proses kaderisasinya saja, calon atau kandidat pejabat diperoleh secara instan melalui berapa besaran dana sumbangan yang bisa disetorkan atau hanya lewat elektabilitas calon. 

Selain itu, ada tawar-menawar politik yang tentu saja cenderung tidak mengindahkan meritokrasi. Ada politik sandera, yang indikasinya jelas terkait penyanderaan atas instrumen atau perkara hukum. Bukankah mengakal-akali hukum untuk sebuah kepentingan adalah perbuatan tercela (busuk)?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten New World Selengkapnya
Lihat New World Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun