Lihat ke Halaman Asli

Mahar Prastowo

Ghostwriter | PR | Paralegal

Triliuner yang Mengasingkan Uang: Ketika Nasionalisme Ditinggalkan di Bandara

Diperbarui: 13 April 2025   17:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ilustrasi (ai)

Oleh: Mahar Prastowo

OPINI - Laporan Bloomberg yang terbit Jumat (11/04) lalu bukan sekadar laporan keuangan biasa. Ia ibarat cermin retak yang menunjukkan wajah paling telanjang dari kapitalisme Indonesia: segelintir orang kaya yang begitu mapan, tapi tak punya komitmen untuk tinggal dan tumbuh bersama republik ini. Mereka memilih cara lama yang tetap ampuh---membawa kabur uangnya ke luar negeri---dengan cara baru yang makin sulit dilacak: properti lintas negara, emas fisik, dan mata uang kripto.

Jika dulu pelarian modal dilakukan secara diam-diam, kini berlangsung dengan tenang dan sistematis, dalam selimut hukum dan teknologi.

Apakah ini salah? Dari sisi hukum, belum tentu. Tapi dari sisi etika dan tanggung jawab sebagai warga bangsa, ini adalah penghianatan diam-diam yang berdampak besar.


Kapital Tanpa Komitmen

Mari kita renungkan. Apa yang sedang terjadi di negeri ini, ketika orang-orang dengan kekayaan bersih di atas Rp1 triliun tidak merasa nyaman menyimpan uangnya di bank-bank nasional? Ketika mereka lebih percaya pada apartemen di Dubai dan akun kripto di Karibia dibanding lembaga keuangan di tanah air?

Kita sering membahas ketidakpastian global---konflik geopolitik, fluktuasi kurs, dan suku bunga tinggi. Tapi kita jarang bertanya, mengapa mereka yang kaya merasa lebih tidak aman di Indonesia ketimbang di negara asing yang juga tak stabil?

Jawabannya menyakitkan. Mereka tidak percaya pada negeri ini. Dan mereka tidak merasa perlu untuk percaya, karena mereka bisa lari kapan saja.


Keputusan Rasional, Dampak Sosial

Seorang ekonom bisa saja berargumen: ini semua adalah keputusan rasional. Diversifikasi aset adalah cara melindungi kekayaan. Betul. Tapi keputusan rasional dari satu individu bisa menjadi tragedi kolektif jika dilakukan oleh banyak orang pada saat bersamaan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline