Lihat ke Halaman Asli

Hegemoni Hooligans Dalam Cultur Sepak Bola Indonesia

Diperbarui: 25 Februari 2024   18:09

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bola. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Di Indonesia banyak jenis-jenis kultur suporter sepakbola mulai dari mania, hooligans dan ultras. Hooligans lahir dan berkembang di London sejak tahun 1880-an. Hooligans merupakan suporter sepak bola garis keras yang dikenal sering membuat onar, baik saat pertandingan klub maupun nasional. Kerusuhan yang sering mereka lakukan seperti vandalisme, berkelahi dan meneror suporter lainya.

Kerusuhan pertama kali tercatat pada saat pertandingan antara Preston North End Vs Aston Villa. Aston Villa berhasil memenangkan pertandingan pada saat itu dengan skor 0-5. Kedua suporter saling serang dengan batu, memukul hingga meludahi pihak lawan. Seorang pemain Preston menjadi korban kerusuhan hingga tak sadarkan diri. Kerusuhan selanjutnya terjadi antara fans Preston North End dengan fans Queens Park Rengers di stasiaun kereta api. Kejadian ini membuat stasiun kereta api tutup selama berhari-hari karena rusaknya bangunan akibat ulah kedua suporter.

Budaya hooligans terus berkembang hingga sampai di Indonesia. Globalisasi hooligans yang begitu cepat menjadi faktor munculnya hooligans di Indonesia. Hooligans populer di Indonesia sejak munculnya film 'Green Street Hooligan'. Firman Hendika dan Nuraeni dalam artikelnya yang berjudul Globalisasi Hooliganisme terhadap Suporter Sepak Bola di Indonesia yang dimuat di Jurnal Hubungan Internasional Vol 13, No. 1 (2020) menyebutkan bahwa para suporter sepak bola di Indonesia mulai meniru segala tindakan yang mereka temui melalui internet dan televisi lalu menerapkannya dengan cara memberikan dukungan kepada klub yang mereka dukung.

Suporter sepak bola di Indonesia mulai meniru gaya berpakaian hooligans ketika menonton langsung pertandingan di stadion. Gaya pakaian casual menjadi ciri khas suporter hooligans seperti, jaket parka, sepatu casual, polo shirt, topi dan buffs. Selain meniru gaya berpakaian mereka juga meniru sisi negatif dari hooliganisme seperti sisi militansi ketika memberikan dukungan. Mereka kerap melakukan tindakan kekerasan kepada suporter lawan bahkan hingga memakan korban jiwa.

Kasus perseteruan antara fans PSIM Yogyakarta (Brajamusti) dengan fans Persis Solo (B612) juga kerap terajadi tindakan anarkis bahkan hingga kini. Derby Mataram tidak kalah panas dari pertandingan Persija melawan Persib ataupun Persebaya melawan Arema. Kebencian suporter PSIM dengan Persis lahir dari dua tragedi balas-membalas, yaitu Tragedi Manjangan 1998 dan Tragedi Mandala Krida 4 Juni 2000. Kedua suporter tersebut hingga kini belum berdamai dan sering terjadi aksi sweeping dari kedua belah pihak.

Jika kultur hooligans di Indonesia tidak segera diatasi, kerusuhan-kerusuhan besar dapat terjadi kapanpun dan dimanapun. Kerusuhan yang terjadi bukan hanya melibatkan persoalan pertandingan sepak bola, namun merambah ke persoalan lainnya seperti budaya maupun sosial. Tensi pertandingan yang panas serta dendam yang berkepanjangan membuat mereka lebih mudah untuk melakukan tindakan anarkis.

Berbeda dengan hooligans di Indonesia, hooligans di Inggris kini sudah tidak lagi anarkis. Mereka mulai menaati peraturan ketika berada didalam stadion maupun diluar stadion. Penjaga stadion serta polisi akan mengawasi dan memeriksa para suporter ketika ingin memasuki stadion. Pemeriksaan ini dilakukan guna mencegah adanya oknum suporter yang membawa senjata tajam maupun benda-benda lainnya untuk melukai seseorang. Federasi sepak bola Inggris akan memberikan sanksi tegas kepada pihak klub dan suporter jika terbukti melakukan tindakan anarkis.

Hal ini harus diterapkan di Indonesia agar tidak menimbulkan tindakan kriminal dan kerusuhaan. Solusinya yaitu dengan menghilangkan sisi militansi dari kultur hooligans. Menjalin hubungan yang harmonis antar semua pihak guna menciptakan rasa saling menghormati satu sama lain. Selain itu PSSI juga harus memberikan sanksi tegas kepada klub serta suporternya jika terbukti melakukan kerusuhan-kerusuhan yang terjadi baik di dalam stadion maupun di luar stadion. Sudah saatnya kultur hooligans berubah lebih baik agar tidak lagi dicap sebagai suporter pembuat onar.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline