Mohon tunggu...
Ami Ulfiana
Ami Ulfiana Mohon Tunggu... Penulis - Gadis Pribumi

Untuk mereka yang menyimpan jiwanya rapat-rapat.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Tubuh Pinjaman

12 Maret 2021   12:33 Diperbarui: 27 Maret 2021   08:51 181
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mata perempuan itu tak bisa berbohong. Bermalam-malam ia pernah menangis, kini air matanya telah kering. Rapalan doa yang ia kirim pada tiap sepertiga malam, kini sudah tak terucapkan. Diamnya adalah apa yang ia sampaikan. Bermalam-malam juga ia pernah menyumpah serapahi hidupnya, kini ia sudah kehabisan kata. Depan cermin, ia tatap dirinya hina. Garis panjang melintang bekas retakan pada kaca, sedikit menyamarkan mata tajamnya yang tengah mengintimidasi.

Perempuan itu merebahkan dirinya pada ranjang merah beraroma melati. Tiga tahun lalu ia pernah menenggelamkan dirinya pada warna ranjang yang sama. Ia mengurai rambutnya yang tak panjang. Melempar karet ke sembarang tempat. Jari tangan kanan meraba tangan kiri dengan kulit yang tak sehalus waktu itu. Jari tangannya berhenti pada leher jenjangnya yang tak kalah wangi dari aroma melati. Mata perempuan itu menengadah ke langit-langit, kemudian ditutupnya rapat-rapat.

Pulang Nduk. Ke tempat dimana kita ditiadakan. Jangan takut sendirian. Belatung dengan segala bentuk dan rupa sudah mempersiapkan dengan cara yang paling biasa.

Suara yang selalu hadir tiap malam itu sudah seperti dongeng pengantar tidur paling menenangkan. Entah sudah kali keberapa perempuan itu mencoba menuruti untuk pulang. Bekas sayat pada kedua pergelangan tangannya menjadi satu-satunya tanda yang terlihat. Orang lain tak pernah tau hal apa saja yang telah perempuan itu coba untuk memulangkan raganya.

Tiga tahun lalu tubuh perempuan itu dipinjam dan tak pernah benar-benar dikembalikan. Separuh raganya juga turut dibawa. Kini perempuan itu hidup dengan tubuhnya yang tak lagi utuh dan raga yang tinggal separuh. Perempuan itu merasa sudah kehilangan kesempatan mendapat hari penahbisan sebagai perempuan seutuhnya, sebagai istri dan seorang ibu.

...

"Aku sudah tidak bisa melakukannya lagi." Kata si perempuan dengan mata berkaca-kaca.

"Maaf, aku benar-benar minta maaf. Aku janji tak akan melakukannya lagi." Jawab si laki-laki dengan mata penuh sesal yang ternyata kepura-puraan.

Esoknya, hal yang sama kembali terjadi. Permintaan maaf dan sesal palsu itu kembali terucap dan terdengar. Sampai pada kali ke tujuh si laki-laki pergi dan meninggalkan.

"Kembalikan tubuhku yang kau pinjam. Ke tempat semula, semestinya." Ucap si perempuan.

Si laki-laki menutup rapat mata dan telinganya. Ia mengeluarkan beberapa lembar kata maaf pada mulut tebalnya untuk membayar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun