"Tidak apa-apa, Dan. Gombloh lebih penting. Nanti kita bisa menabung lagi," Kiki tersenyum tulus.
Dani memeluk Kiki erat. "Terima kasih, Ki. Aku janji, nanti kalau sudah panen, aku kembalikan uangmu."
Keesokan harinya, sesuatu yang tidak terduga terjadi. Langit yang tadinya putih, perlahan berubah kelabu. Awan-awan tebal mulai berarak. Kiki dan Dani, yang sedang bermain di halaman rumah, saling berpandangan dengan mata berbinar.
"Dan... lihat!" teriak Kiki, menunjuk ke langit.
Setetes, dua tetes, lalu gerimis mulai turun. Aroma tanah basah segera memenuhi udara. Kiki dan Dani berlari ke tengah lapangan, menengadahkan wajah, membiarkan tetesan hujan membasahi wajah dan rambut mereka.
"Hujan!" teriak Dani penuh suka cita. "Hujan pertama di musim kemarau!"
Hujan turun semakin deras. Kiki dan Dani tertawa riang, menari-nari di bawah guyuran air. Mereka tahu, pengorbanan Kiki bukanlah satu-satunya alasan hujan itu turun. Hujan datang karena alam memang punya caranya sendiri untuk membalas kebaikan hati.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI