Mohon tunggu...
amirhamzahuinmataram
amirhamzahuinmataram Mohon Tunggu... Politik, Filsafat, Sosial Budaya, Keagamaan

saya adalah lulusan program studi Pemikiran Politik Islam UIN Mataram. saya menyukai isu filsafat, politik dan sosial keagamaan dan budaya

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Ketakutan Yang Diwariskan: Ironi Demokrasi Dalam Bayang-Bayang Stigmatisasi

25 Juli 2025   15:53 Diperbarui: 25 Juli 2025   15:53 63
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Ketakutan yang Diwariskan: Ironi Demokrasi dalam Bayang-Bayang Stigmatisasi

Oleh: Amir Hamzah

Indonesia sebagai negara demokrasi telah menempatkan kebebasan berekspresi, berpendapat, dan beragama sebagai bagian dari hak asasi manusia yang dijamin oleh konstitusi. Namun, dalam praktik sosial dan politik hari ini, muncul sebuah ironi: ketakutan kolektif yang justru ditanam dan diwariskan oleh tokoh-tokoh agama, pejabat negara, serta figur publik terhadap kelompok-kelompok tertentu, seperti mereka yang dituduh berafiliasi dengan gerakan Wahabi, HTI, atau dianggap "anti-Pancasila".

Alih-alih membimbing masyarakat dengan semangat dialogis dan menjunjung nilai kebhinekaan, sebagian besar tokoh ini justru membangun narasi ancaman, menciptakan musuh bersama dari perbedaan pilihan ideologis dan ekspresi keberagamaan. Generasi muda yang mestinya tumbuh dalam semangat berpikir kritis dan bebas, justru dicekoki rasa takut, curiga, dan kebencian terhadap pihak-pihak yang berpandangan berbeda. Lalu, bagaimana mungkin demokrasi dapat tumbuh subur dalam suasana psikis yang represif dan sarat stigmatisasi?

Politik Ketakutan dan Warisan Trauma Sosial

Michel Foucault pernah mengulas bahwa kekuasaan modern tidak lagi mengandalkan represi fisik, tetapi bekerja melalui produksi wacana dan normalisasi. Dalam konteks ini, stigmatisasi terhadap kelompok tertentu merupakan strategi kuasa untuk membentuk opini publik dan menjaga status quo. Negara bersama elite moralnya memainkan peran dalam menyaring mana ekspresi yang dianggap "aman" dan mana yang dianggap "mengancam". Ketika negara dan tokoh-tokoh publik terus-menerus menegaskan bahwa Wahabi, HTI, atau paham "anti-Pancasila" adalah ancaman, mereka sedang mereproduksi ketakutan yang sistematis, bahkan diwariskan dari generasi ke generasi.

Masalahnya bukan terletak pada kritik terhadap ideologi tertentu, melainkan pada cara otoritas memperlakukannya. Setiap bentuk perbedaan langsung dikaitkan dengan makar, radikalisme, atau ekstremisme, tanpa ruang klarifikasi, dialog, dan pemaknaan ulang. Ini adalah bentuk kemunduran berpikir dalam sistem demokrasi yang mestinya menjunjung prinsip deliberatif dan partisipatif.

Demokrasi Bukan Tentang Ketakutan, Tapi Ruang untuk Pilihan

Demokrasi tidak menjanjikan keseragaman, melainkan menjamin keragaman dalam bingkai hukum dan etika bersama. Kebebasan berekspresi dan berkeyakinan seharusnya menjadi hak yang dijaga, bukan dikekang dengan dalih keamanan negara atau ketertiban umum. Ketika masyarakat diberi kebebasan untuk berpikir, memilih, dan menjalankan nilai-nilai hidupnya---termasuk dalam hal keyakinan dan ideologi---maka di situlah demokrasi bekerja dengan sehat.

Ketakutan yang berlebihan terhadap Wahabi atau HTI tidak akan membangun imunitas sosial, justru menciptakan trauma kolektif dan pengucilan sistematis. Yang seharusnya dilakukan adalah memberikan ruang kritis dan edukatif untuk mengkaji segala bentuk pemikiran secara rasional dan terbuka. Masyarakat mestinya diajak untuk berdialog, bukan dicekam oleh narasi tunggal yang membingkai perbedaan sebagai musuh.

Yang Kita Butuhkan: Kesadaran Kritis dan Ruang Dialog

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun