Mohon tunggu...
Amak Syariffudin
Amak Syariffudin Mohon Tunggu... Jurnalis - Hanya Sekedar Opini Belaka.

Mantan Ketua PWI Jatim tahun 1974

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih

Pelajaran Pilkada 2020 Buat Politisi

13 Desember 2020   12:57 Diperbarui: 13 Desember 2020   13:12 136
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mungkin di tempat anda yang ditempati Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) dapat berlangsung secara baik. Banyak pemilih berpartisipasi. Juga pelaksana TPU menyiapkan sarana sesuai protokol kesehatan. 

Barangkali ada di antara anda merasa bersyukur karena pilihannya berhasil menang dalam Pilkada 2020 ini. Atau sebaliknya. Meskipun tersembunyi, namun banyak unsur kalah-menang itu bukan hanya karena populernya sang calon, akan tetapi ada kekuatan yang membayang-bayangi para calon pemilih sebelumnya. 

Entah pengaruh politis, kekuatan dana atau tekanan dari pemegang kekuasaan di tempat itu, atau kekuatan duit yang "disebar" untuk memenangkan calonnya, ataupun akibat kaum pemegang-pengaruh dalam masyarakat/budaya/agama setempat. Meski kesemuanya dilarang keras dalam aturan Pemilu ataupun larangan moral berdemokrasi, namun masih banyak "jalan tikus" dalam melaksanakannya. 

Kalau Pemerintah (lewat Mendagri) menyatakan, dalam pelaksanaan Pilkada Serentak 9 Desember lalu itu jumlah pemilih yang berpartisipasi 70 persen, bersyukurlah kalau masih dalam jumlah sekian.. Meskipun mungkin angka 30 persennya yang masuk dalam "golongan putih" (golput) karena tidak memilih oleh berbagai penyebab, bisa juga lebih jumlahnya. Sebenarnya, angka itu sudah menunjukkan kurang aktifnya partisipasi pemilih, meski sudah diberi penerangan "demi memilih pemimpin pemerintahan daerah yang maju". Slogan rancu bagi pemilih. Sebab siapa tahu, justru calon lain yang terpilih karena berbagai sebab.

Yang kiranya dapat dijadikan bahan perbincangan mengenai Pilkada 2020 adalah jumlah calon-pemilih yang tidak melakukan haknya.  Atau hanya "sungkan" kepada tetangga, ketua RT/RW, mendatangi TPS, namun ketika mencoblos surat-suara diplesetkan.. Sebab calon itu "tidak dikenalnya". Belum pernah dengar tentang dia, tahu-tahu muncul sebagai calon dalam Pilkada. Atau pengaruh pandemi covid-19.

Mungkin lebih banyak jumlah pemilihnya di daerah (kabupaten), meskipun untuk kabupaten Gresik (Jatim), justru cuma 50 % pemilih. Namun di perkotaan, jumlah "golput"-nya akan lebih banyak. 

Sebagai contoh Pilkada Walikota/Wakil Surabaya. Jumlah pemilih cuma 53 %. Meskipun "naik" 3 % dari Pilkada sebelumnya. Masalahnya, tiba-tiba muncul calon walikota. Dia "orang istimewa" Walikota Tri Rismaharani. Menurut kalangan yang tahu, orang yang nama dan wajahnya tak pernah dikenal rakyat Surabaya itu disebut-sebut  salah satu "otak" banyak taktik urusan mendapatkan duit. 

Akhirnya, Tri Rismaharini beberapa kali diingatkan dan malahan dipanggil Bawaslu dan Kepolisian karena dianggap terang-terangan mendukung dan membiayai calon itu. Tindakan yang dilarang UU Pemilu. Namun dia tidak mematuhinya sampai dengan saat Pilkada dilangsungkan dan dimenangkan calon yang mendapat dukungan nama, dana dan fasilitas darinya. 

Lagi-lagi Walikota yang nampaknya sudah keranjingan menganggap dirinya pembuat maju Surabaya itu melanggar prokes Ketika merayakan kemenangan calon pilihannya. Dia memimpin kerumunan pengikutnya dan pimpinan PDIP "berpesta" sambil menari-nari. 

Padahal sebelumnya Bawaslu mengingatkan, jangan merayakan/berpesta kemenangan hasil penghitungan cepat. Juga mengingatkan prokes. Namun tidak digubris Tri Rismaharini yang menganggap toh dia akan lengser dari jabatan Walikota, sementara Satgas Covid-19 menyatakan penderita-positif virus itu di Surabaya berkategori "hitam"! Jadi, kiranya KPK perlu mewaspadai tindakan pemerintahan mendatang Pemkot Surabaya, mengingat reputasi Walikota/Wakilnya.

Pelajaran berpolitik macam apa dari Pilkada Serentak 2020 itu?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun