Mohon tunggu...
Aris Heru Utomo
Aris Heru Utomo Mohon Tunggu... Diplomat - Penulis, Pemerhati Hubungan Internasional, kuliner, travel dan film serta olahraga

Penulis beberapa buku antara lain Bola Bundar Bulat Bisnis dan Politik dari Piala Dunia di Qatar, Cerita Pancasila dari Pinggiran Istana, Antologi Kutunggu Jandamu. Menulis lewat blog sejak 2006 dan akan terus menulis untuk mencoba mengikat makna, melawan lupa, dan berbagi inspirasi lewat tulisan. Pendiri dan Ketua Komunitas Blogger Bekasi serta deklarator dan pendiri Komunitas Blogger ASEAN. Blog personal: http://arisheruutomo.com. Twitter: @arisheruutomo

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Politisi Belajarlah dari Taylor Swift

3 Maret 2024   15:24 Diperbarui: 3 Maret 2024   17:48 177
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Headline Kompas tentang Taylor Swift, Sumber gambar: dokpri

Headline harian Kompas, Minggu (3/3), memberitakan mengenai konser enam hari Taylor Swift di National Stadium Singapore yang dimulai Sabtu (2/3) hingga Jumat (7/3).

Headlines tersebut tidak saja memberitakan tentang suasana konser yang dihadiri oleh ribuan penggemarnya, dari berbagai negara seperti Indonesia, Filipina, Thailand, China, Korea Selatan, Polandia dan bahkan dari Amerika Serikat, tetapi juga ulasan di sekitar konser yang dihadiri bukan hanya oleh fans Taylor Swift atau biasa dipanggil Mbak Taytay tersebut.

Para fans Mbak Taytay yang disebut Swifties ini rela terbang jauh-jauh dari negaranya ke Singapura hanya untuk menyaksikan penampilan idolanya,. Meski untuk itu mereka harus rela menggelar tikar di seberang stadion karena tidak kebagian tiket.

Eforia luar biasa dari Swifties, tentu saja menarik perhatian. Dari pertanyaan yang diajukan Wartawati Kompas, Elsa Emiria Leba, ke sejumlkah swifties yang hadir di Singapura, setidaknya ada tiga alasan dari Swifties  untuk hadir di Singapura. 

Pertama, terpikat boleh keteladanan Taylor Swift yang dipandang independen dan inspiratif. Kedua, lagu-lagu Taylor Swift sesuai dengan cerita hidup swifties, khususnya dalam hal percintaan. Ketika mendengarkan Taylor Swift bernyanyi, para fans merasa sedang dibisiki cerita dan nasihat yang dibutuhkan. Ketiga, Swift bukan sekedar penyanyi tetapi juga penyanyi yang dipandang sebagai sosok yang cerdas, kreatif dan punya naluri bisnis yang kuat.


Ketiga Hal di atas inilah yang memunculkan ikatan dan menciptakan perasaan terhubung  yang kuat antara Taylor Swift dan penggemarnya. Apa yang diimpikan penggemar, pemenuhannya ditemukan pada diri sang idola. Secara positif, sang idola menjadi kerangka etik bagi penggemar karena ia bisa menawarkan sesuatu yang membuat penggemar terhubung dan merasa terwakilan.

Membaca fenomena relasi Taylor Swift dan juga  artis-artis pop lainnya, seperti tersebut di atas, saya membayangkan apabila hal tersebut bisa pula terjadi pada relasi antara tokoh politik dan masyarakat pendukungnya.

Bagaimana misalnya kelompok msyarakat yang mendukung tokoh politik tertentu mendasarkan dukungannya pada sikap independen, inspiratif, mewakili aspirasi masyarakat dan memiliki keteladanan dari si tokoh politik. Semua hal yang pada glirannya menjadi kerangka etik yang membuat penggemar  terhubung.

Dari  Taylor Swift politisi dapat belajar bahwa keterhubungan dengan penggemar tidak cukup diciptakan menjelang konse, tetapi jauh-jauh hari sebelum sebuah album baru diluncurksn atau konser diadakan. 

Keterhubungan dilakukan bukan dengan bagi-bagi bantuan superti bantuan sosial, melainkan melalui ikatan emosional dengan menunjukkan bahwa kehadiran politisi memang dibutuhkan oleh masyarakat pendukungnya. (AHU)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun