“Jacob Tsereteli… kawan ayahmu dulu. Sekarang dia sudah jadi mandor, padahal bapakmu dulu lebih dulu kerja di sini…” jawab Mak Keke.
“Terus?” tanya Soso.
“Kau diterima kerja di sini…” jawab Mak Keke.
Soso melongo.
“So… daripada kamu balik ke Gori, lebih baik kamu di sini, kerja…” kata Mak Keke kemudian. “Pak Sese akan menampungmu, memberimu kamar di rumahnya, dan kau kerja di sini, di pabrik ini, tempat ayahmu dulu kerja….” lanjutnya. “Kau nggak usah mikir soal makan dan lain-lain, Mak sudah titipkan pada Pak Sese. Kalau ada keperluan, kau bisa ngomong langsung sama dia. Kalau dapat upah, simpan saja, beli buku, belajar bahasa Rusia, atau apa… sementara Mak pulang dulu, cari duit, siapa tau ada rezeki buat masuk sekolah itu…”
Soso menghela nafas, keputusan Mak Keke itu terasa nggak adil, sepihak, sama seperti soal sekolah dan lain-lain. Tapi mau apa? Lagian kalau dipikir lagi, nggak ada salahnya juga kerja di sini, daripada balik ke Gori.
“Terus?” tanya Soso.
“Kau ambil barang-barangmu di kereta, tungguin Pak Sese selesai kerja. Turutin apa yang dia katakan…” kata Mak Keke lagi.
“Emak?” tanya Soso lagi.
“Aku ya pulang ke Gori. Ngapain di sini lama-lama…” jawab Mak Keke. “Jangan khawatir, Mak akan berkirim kabar kalau Romo Chark atau ada orang kampung yang ke Tiflis… Kalau ada rezeki kutitipkan duit juga buatmu, barang sekopek-seabazi.. Kau juga, jangan lupa berkirim surat…”
“Sekarang Mak pulangnya?” tanya Soso.