Mohon tunggu...
Ali Asgar Tuhulele
Ali Asgar Tuhulele Mohon Tunggu... Pengacara - Nyong ka

Nothing Outside the Text

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Konsensus Wasington Solusi untuk Pemerintahan RI 2014-2019

29 September 2021   22:38 Diperbarui: 29 September 2021   22:47 132
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Apa yang ingin dilakukan Jokowi adalah kemajuan ekonomi di Indonesia akan tetapi yang terjadi malah sebaliknya di mana fenomena ekonomi Indonesia seperti pasca Perestroika di Rusia. Mestinya kebijakan ekonomi Jokowi seperti Reformasi ekonomi China Deng Xiaoping, yang tidak memusuhi Kafitalisme dan perdagangan bebas barat akan tetapi memanfaatkannya kepada pertumbuhan ekonomi China.

Pemerintahan Jokowi khususnya kementerian ekonominya mestinya mengambil langkah utama pengembangan di bidang Pertukaran Modal, Pertukaran barang dan jasa, bukan malah cuap-cuap akan mengadakan industrialisasi (pepesan kosong). Kenapa harus berawal dengan Pertukaran Modal karena dengan pertukaran modal akan melahirkan kerjasama antar para investor domestik dan asing dalam rangka membangun pusat-pusat produksi serta bercokolnya perusahan Nasional dengan modal besar akan melahirkan aliran modal yang besar dan keuntungan perdagangan yang absolut. atau setidaknya pemerintahan Jokowi harus lebih gencar membuat perjanjian dagang, membuat blok ekonomi dan zona perdagangan khusus serta menetapkan kawasan perdagangan bebas untuk upaya pembebasan barang-barang ekspor Indonesia dari pajak-pajak entitas asing serta Pajak Negara tujuan ekspor.

 Yang dimaksud Negara tujuan ekspor jangan diperkecil menjadi Negara-negara Asean yang notabene rata-rata mempunyai konsumsi yang kecil karena jumlah penduduk mereka lebih kecil dari Indonesia. Ada sekitar 90 juta kalangan menengah di Indonesia, dengan jumlah hampir separuh penduduk tersebut menjadi modal awal kenapa Negara ini tidak bisa cepat mengalami krisis, untuk itu pemerintahan Jokowi harus mengedepankan pengembangan ekonomi dengan subordinasi yang mendasar, bukan membangun teknis fasilitas inprastruktur tanpa potensi serta pasarnya.

Contoh yang penulis ingin ketengahkan adalah ide pebisnis Yordania yakni Omar Salah untuk membuat Zona Industri Khusus (Qualified Industrial Zone/QIZ) yang merupakan kawasan industri yang menaungi operasi pabrik yang ada di Yordania dan mesir, serta zona perdagangan bebas khusus yang bekerjasama dengan Israel dalam rangka memanfaatkan perjanjian perdagangan bebas Amerika-Israel. Akibat dari ide Omar ini, barang yang diproduksi di kawasan QIZ bisa memasuki Amerika tanpa pajak, yang berarti keuntungan besar bagi Yordania pada khususnya.

 Andai para ekonom kita berfikir lebih teliti dan mendetail dalam rang pengembangan ekonomi seperti itu, maka tentunya dalam waktu singkat kita akan bergerak menjadi Negara produsen yang hebat, karena berhasil menciptakan lapangan kerja sekaligus market pasca produksi dengan pembebasan tarif dan pajak.
Dari 17.000 pulau di Indonesia, apakah bisa diadakan/dijadikan satu pulau (Selain Batam) sebagai daerah syurga pajak bagi investor perorangan maupun investor perusahan asing yang multinasional karena beban pajak yang rendah atau peniadaan atas beban pajak sama sekali di kawasan pulau itu, menjadi daya tarik bagi investor asing untuk membuat pusat produksi sekaligus perjanjian perdagangan untuk pembebasan pajak eksport ketika hasil produksinya akan di eksport ke negara tujuan. Karena Laporan Tax Justice Network bahwa ada sekitar $ 32 Triliun dana telah dilindungi dari pajak di pulau-pulau syurga pajak paling rahasia yang ada di dunia saat ini.

Pengarahan pengeluaran pemerintah dari Subsidi ke belanja sector Publik, terutama disektor Pendidikan, Inprastruktur dan Kesehatan
Apa yang dilakukan pemerintahan SBY dengan mengunggulkan sektor pendidikan dan kesehatan merupakan telaah paling konfensional dalam merumuskan ekonomi yang stabil semasa pemerintahannya, berbeda dengan pemerintahan Jokowi yang mengerahkan Subsidi BBM dan lainnya kepada KIS, KIP dan KKS, yang sampai saat ini belum merata dibagikan kepada segenap masyarakat, malahan dengan lamanya pendistribusian 3 kartu sakti itu, epos baru pergolakan antar/sesama parta politik, isu beras plastic, dan dinamika konplik sengaja dimainkan oleh rezim dalam rangka mengalihkan perhatian guna menutupi kebodohan kebijakannya tersebut.

Karena pada dasarnya fungsi Belanja sektor publik merupakan hasil akhir proses penyusunan rencana kerja, dan menjadi cetak biru akivitas yang akan dilaksanakan di masa mendatang, selain itu anggaran sektor publik adalah sebagai alat komunikasi intern yang menghubungkan berbagai unit kerja dan mekanisme kerja antar atasan dan bawahan. Sehingga atas dasar fungsi tersebut kebijakan Jokowi yang menjadikan penghapusan subsidi dengan menganalogikan anggarannya kepada belanja sektor publik seperti kartu-kartu tanpa mesin itu adalah salah kaprah. 

Karena karakteristik belanja sektor publik dapat dinyatakan dalam satuan keuangan dan satuan selain keuangan, di mana umumnya mencakup jangka waktu tertentu, satu atau beberapa tahun dan di dalam belanja sektor publik itu berisi komitmen atau kesanggupan manajeman untuk mencapai sasaran yang ditetapkan.

Karena penganggaran merupakan langkah serta tugas legislatif maka sepatutnya Jokowi dalam menjalankan program kartu-kartu politiknya harus di bawah otorisasi/pengawasan legislatif di parlemen, bukan malah mengangkangi dengan menerbitkan kartu-kartu politiknya tanpa adanya pengesahan dari parlemen. Di tambah lagi perhitungan meraba-raba dan plin-plan dari Menteri Keuangan Bambang P.S. Brodjonegoro ketika melemahnya nilai tukar rupiah antara lain dia mengatakan bahwa (kinerja pemerintah dalam menggenjot perekonomian nasional masih lemah sepanjang kuartal I 2015 disebabkan oleh belum adanya realisasi belanja barang yang pemerintah lakukan sepanjang tahun 2015 Konsumsi dan investasi pemerintah baru bisa dilakukan April 2015 untuk mengalirkan uang ke proyek-proyek infrastruktur.

 Di mana APBNP baru selesai disahkan, pemerintah telah mengalokasikan dana belanja negara sebesar Rp 1.984,1 triliun yang terdiri dari belanja Pemerintah Pusat sebesar Rp 1.319,5 triliun dan transfer ke Daerah dan Dana Desa sebesar Rp 664,6 triliun. CNN-Indonesia. 21-3-2015). Pada suatu kesempatan Bambang Brodjonegoro juga menerangkan, (penyebab pelemahan nilai tukar rupiah adalah defisit transaksi berjalan. Itu sebabnya, pemerintah akan memutuskan paket kebijakan untuk memperbaiki defisit anggaran. Langkah yang akan diambil antara lain pengenaan bea masuk baru untuk produk-produk impor yang terindikasi mengalami dumping, yaitu bantuan khusus dari pemerintahnya agar produk bisa bersaing di pasaran. Produk mana saja yang menerima dumping, akan diinvestigasi oleh tim khusus.

Langkah lainnya adalah memberi insentif bagi perusahaan Indonesia berupa keringanan pajak, jika minimal 30 persennya produknya ditujukan untuk pasar ekspor. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun