Mohon tunggu...
Alfred Benediktus
Alfred Benediktus Mohon Tunggu... Menjangkau Sesama dengan Buku

Seorang perangkai kata yang berusaha terus memberi dan menjangkau sesama. I Seorang guru di SMP PIRI, SMA dan SMK Perhotelan dan SMK Kesehatan. I Ia juga seorang Editor, Penulis dan Pengelola Penerbit Bajawa Press. I Melayani konsultasi penulisan buku. I Pemenang III Blog Competition kerjasama Kompasiana dengan Badan Bank Tanah

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

[laudatosi] Tangisan Bumi dan Panggilan Pertobatan

13 September 2025   07:58 Diperbarui: 13 September 2025   09:04 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tangisan Bumi dan Panggilan Pertobatan

Di pangkuan Bunda yang suci, rumah bersama kita,
Diukir harmoni, dari gunung, laut, hingga udara.
Ditanamkan pada jiwa, kasih bagi ciptaan-Nya,
Sebuah mahakarya yang menanti tangan-tangan penjaga.

Namun...
serakahlah hati.
Buta oleh hasrat dan kebanggaan.
Ibu Pertiwi bukan lagi ibu, tapi lahan.
Budaya pakai-buang meracuni setiap sudut,
menghancurkan jalinan suci yang menyatukan semua.

Kini, alam meraung.
Dari perutnya yang terluka, banjir mengalir,
longsor menggugurkan rumah-rumah yang tak bersalah.
Tangisan kaum lemah, ibu-ibu yang kehilangan anak,
nelayan yang kehilangan laut,
petani yang kehilangan tanah
terdengar di balik reruntuhan.

Ini bukan bencana alam.
Ini adalah penagihan.
Penagihan atas keserakahan.
Penagihan atas ketidakpedulian.
Penagihan atas dosa yang kita anggap biasa.

Ketika Alam Berbicara dalam Bahasa Puitis

Paus Fransiskus membuka ensikliknya dengan sebuah kidung:
"Terpujilah Engkau, Tuhanku."
Bukan dengan teks hukum, bukan dengan laporan ilmiah
melainkan dengan puisi.

Karena alam tidak bisa dipahami hanya dengan data.
Ia harus dirasakan.
Seperti napas ibu yang menggendong bayinya.
Seperti angin yang berbisik di antara daun-daun.
Seperti sungai yang mengalir tanpa meminta izin
hanya memberi.

Laudato Si' bukan sekadar dokumen Gereja.
Ia adalah nyanyian cinta untuk Bumi.
Dan dalam nyanyian itu, ia berkata:

"Bumi bukan milikmu. Ia saudaramu. Ibu yang cantik yang membuka diri."

Ketika kita menebang hutan, kita bukan hanya memotong pohon,
kita memutus ikatan darah.
Ketika kita membuang limbah ke laut, kita bukan hanya mencemari air,
kita meracuni rumah para ikan, yang juga adalah rumah kita.
Ketika kita membiarkan kaum miskin menjadi korban pertama bencana,
kita bukan hanya gagal menjaga lingkungan,
kita gagal menjaga manusia.

Kekerasan di Dalam Hati: Di Mana Semua Dimulai

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun