Mohon tunggu...
Alfred Benediktus
Alfred Benediktus Mohon Tunggu... Menjangkau Sesama dengan Buku

Seorang perangkai kata yang berusaha terus memberi dan menjangkau sesama. I Seorang guru di SMP PIRI, SMA dan SMK Perhotelan dan SMK Kesehatan. I Ia juga seorang Editor, Penulis dan Pengelola Penerbit Bajawa Press. I Melayani konsultasi penulisan buku. I Pemenang III Blog Competition kerjasama Kompasiana dengan Badan Bank Tanah

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

[cerpen] Benih di Atas Lantai yang Retak

30 Agustus 2025   08:44 Diperbarui: 30 Agustus 2025   08:44 92
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(ilustrasi olahan GemAIBot, dokpri)

"Aku takut, Bu... Ayah bilang dia akan kembali kalau gunung tenang. Tapi sampai sekarang, gunung masih marah."

Bu Sari menarik napas. Ia duduk di lantai, meraih tangan Dika. "Ayahmu tidak kembali karena gunung marah. Dia kembali ke debu, seperti kata Mbah Sastro. Tapi debu itu kini menjadi pupuk untuk padi di sawah kita. Setiap butir padi adalah pelukan darinya."

"Terus... bagaimana caranya aku tidak takut?"

"Dengan bicara pada gunung. Seperti ini." Bu Sari mengajak Dika ke halaman, lalu menyanyikan guyub (lagu tradisional yang ia pelajari dari Mbah Sastro) sambil menari kecil.

"Gunungku, jangan marah...
Anak-anakmu butuh belajar...
Debumu akan menyuburkan
Benih yang kami tanam..."

Dika tersenyum untuk pertama kalinya.

(ilustrasi olahan Grok.AI.dokpri)
(ilustrasi olahan Grok.AI.dokpri)

Kamis, 28 November 2025. Pukul 09.00 WIB.

"Apa ini?" Pak Hartono berdiri kaku di depan kelas. Di papan tulis, tertulis: "Pendekatan Membumi: Mindful (Sadar), Meaningful (Bermakna), Joyful (Bahagia)". Di sudut kelas, tergantung peta evakuasi kertas warna-warni dan puisi hasil karya Dika: "Aku Bukan Takut Gunung, Tapi Rindu Ayah".

"Ini metode baru saya, Pak," Bu Sari berdiri tegak. "Anak-anak sekarang bisa menjumlahkan 5 + 3 sambil menghitung butir padi. Mereka tak lagi takut gempa karena belajar mitigasi lewat lagu. Nilai ulangan matematika naik 40%, dan Dika... dia baru saja menang lomba baca puisi tingkat kabupaten."

Pak Hartono diam. Ia melihat Ibu Dika berdiri di balik pintu, mengangguk-angguk sambil memegang surat izin mengajar dari Dinas Pendidikan.

"Bapak tahu, Bu?" ujarnya pelan. "Kemarin, saya menerima telepon dari Sekolah Mangunan. Mereka ingin mempresentasikan metodemu di Jelajah Edukasi Dasar."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun