Mohon tunggu...
Alfred Benediktus
Alfred Benediktus Mohon Tunggu... Menjangkau Sesama dengan Buku

Seorang perangkai kata yang berusaha terus memberi dan menjangkau sesama. I Seorang guru di SMP PIRI, SMA dan SMK Perhotelan dan SMK Kesehatan. I Ia juga seorang Editor, Penulis dan Pengelola Penerbit Bajawa Press. I Melayani konsultasi penulisan buku. I Pemenang III Blog Competition kerjasama Kompasiana dengan Badan Bank Tanah

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

[cerpen] Benih di Atas Lantai yang Retak

30 Agustus 2025   08:44 Diperbarui: 30 Agustus 2025   08:44 92
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(ilustrasi olahan GemAIBot, dokpri)

Tapi ketika Dika menolak keluar kelas, Bu Sari tahu ia gagal. Lagi.

Kamis, 5 September 2025. Pukul 13.00 WIB.

"Ini tidak bisa diteruskan, Bu Sari!" Kepala Sekolah, Pak Hartono, menghentakkan tangan ke meja. Di depannya, laporan ujian terakhir kelas 4: 70% nilai di bawah KKM. "Bapak sudah menerima komplain orang tua. Mereka ingin anaknya bisa masuk SMP negeri, bukan jadi petani!"

Bu Sari menunduk. Kemarin, Ibu Dika datang marah-marah: "Anak saya malah pulang bawa daun pisang, katanya tugas sekolah! Mana soal-soalnya?!"

"Tapi, Pak... anak-anak butuh cara belajar yang..."

"Cara? Yang bapak tahu, cara itu adalah latihan soal! Bapak tidak mau dengar lagi tentang 'kebun' atau 'daun pisang'!"

Di lorong sekolah, air mata Bu Sari tumpah. Ia menggigit bibir hingga berdarah. "Apa aku terlalu naif? Apa Romo Mangunwijaya salah?"

(olahan GrokAI.dokpri)
(olahan GrokAI.dokpri)

Minggu, 15 September 2025. Pukul 18.00 WIB.

Bu Sari duduk di teras rumah, membolak-balik buku catatan Mangunwijaya yang kini kusut oleh coretan kegagalan. Di halaman, ayam-ayam tetangga berlarian saat gemuruh gempa kecil mengguncang.

"Dengar, Nak," suara tetangga tua tiba-tiba memecah kesunyian. Mbah Sastro, kakek 70 tahun yang pernah selamat dari letusan Merapi 1994, duduk di kursi rotan. "Dulu, Romo Mangunwijaya pernah bilang: 'Orang Jawa tak perlu takut pada gunung. Kita lahir dari debunya, mati pun akan kembali padanya.' Tapi sekarang, anak-anak malah lari ke kota saat ada gempa."

Bu Sari terdiam. "Lalu bagaimana caranya agar mereka tidak takut?"

"Ajari mereka berbicara pada gunung, Bu. Seperti dulu leluhur kita menari tirakatan sambil menghitung butir padi."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun