Mohon tunggu...
Alfred Benediktus
Alfred Benediktus Mohon Tunggu... Menjangkau Sesama dengan Buku

Seorang perangkai kata yang berusaha terus memberi dan menjangkau sesama. I Seorang guru di SMP PIRI, SMA dan SMK Perhotelan dan SMK Kesehatan. I Ia juga seorang Editor, Penulis dan Pengelola Penerbit Bajawa Press. I Melayani konsultasi penulisan buku. I Pemenang III Blog Competition kerjasama Kompasiana dengan Badan Bank Tanah

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Pahlawan Tanpa Mahkota

8 April 2025   20:00 Diperbarui: 8 April 2025   19:58 231
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tapi, Romo Mangun tidak hanya mengajarkan teknik membangun. Ia juga menginspirasi warga untuk saling membantu. Setiap Sabtu pagi, ia mengumpulkan semua orang untuk gotong-royong membersihkan lingkungan. Awalnya, beberapa warga ragu. "Apakah ini akan berhasil?" tanya seorang pemuda. Namun, Romo Mangun tersenyum dan berkata, "Kalau kita tidak mencoba, kita tidak akan pernah tahu."

Perlahan tapi pasti, Kampung Code berubah. Rumah-rumah yang dulunya rapuh kini kokoh berdiri. Sungai yang dulunya kotor kini lebih bersih. Dan yang paling penting, warga Kampung Code merasa memiliki tempat tinggal mereka sendiri. Bukan karena uang atau bantuan pemerintah, tetapi karena usaha bersama.

***

Meski banyak orang memujinya sebagai pahlawan, Romo Mangunwijaya selalu menolak gelar tersebut. "Saya hanya melakukan apa yang seharusnya dilakukan," katanya suatu hari kepada seorang wartawan. Baginya, menjadi pahlawan bukan tentang popularitas atau pengakuan. Ia percaya bahwa seorang pahlawan adalah orang yang rela melebur diri demi kebaikan orang lain.

Salah satu momen paling berkesan adalah ketika ia berhasil menyelamatkan Kampung Code dari rencana penggusuran oleh pemerintah daerah. Ketika warga panik dan takut kehilangan tempat tinggal mereka, Romo Mangun mengajak mereka berdialog dengan pemimpin daerah. Ia tidak marah atau berteriak; ia hanya mendengarkan dan berbicara dengan bijaksana. Hasilnya? Pemerintah setuju untuk memperbaiki infrastruktur Kampung Code alih-alih menggusurnya.

Namun, kesuksesan ini tidak membuat Romo Mangun sombong. Ia tetap hidup sederhana, memakai baju lusuh, dan tidur di gubuk kecil di tengah kampung. Baginya, kebahagiaan bukan soal materi, melainkan soal hubungan dengan sesama manusia. "Jika kita bisa membuat orang lain tersenyum, itulah kekayaan sejati," katanya.

***

Kini, puluhan tahun setelah Romo Mangun meninggal dunia pada tahun 1999, jejaknya masih terasa. Kampung Code yang dulu kumuh kini menjadi model permukiman berkelanjutan. Anak-anak muda di sana terus melanjutkan semangat gotong-royong yang diajarkan Romo Mangun. Bahkan, banyak orang dari luar negeri datang untuk belajar tentang konsep arsitektur partisipatif yang ia perkenalkan.

Namun, warisan terbesarnya bukanlah bangunan atau teknik. Melainkan nilai-nilai kemanusiaan yang ia tanamkan: empati, kesetaraan, dan solidaritas. Ia adalah pahlawan tanpa heroisme, pahlawan tanpa mahkota, tetapi justru itulah yang membuatnya begitu istimewa.

Seorang anak kecil bernama Andi, cucu dari Bu Siti, pernah bertanya kepada ibunya, "Kenapa semua orang bilang Romo Mangun itu pahlawan?"

Ibunya tersenyum dan menjawab, "Karena ia tidak hanya bicara tentang cinta, tetapi juga hidup dengan cinta, ia ada dan hidup bersama kita karena cinta."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun