Mohon tunggu...
Alfred Benediktus
Alfred Benediktus Mohon Tunggu... Menjangkau Sesama dengan Buku

Seorang perangkai kata yang berusaha terus memberi dan menjangkau sesama. I Seorang guru di SMP PIRI, SMA dan SMK Perhotelan dan SMK Kesehatan. I Ia juga seorang Editor, Penulis dan Pengelola Penerbit Bajawa Press. I Melayani konsultasi penulisan buku. I Pemenang III Blog Competition kerjasama Kompasiana dengan Badan Bank Tanah

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Satu Bulan, Dua Jalan Maaf

12 Maret 2025   22:15 Diperbarui: 12 Maret 2025   22:15 279
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(ilustrasi olahan GemAIBot, dokpri)

Rama tersenyum lemah, "Terima kasih, Fajar. Aku akan membuktikan bahwa aku layak mendapatkan kepercayaanmu lagi."

Bulan puasa terus berjalan, dan kedua pasangan ini merasakan perubahan dalam diri mereka. Laila mulai melihat usaha Arman sebagai suatu bentuk keseriusan. Fajar, meski masih waspada, mulai percaya bahwa Rama benar-benar menyesal.

Pada malam terakhir bulan puasa, Laila, Arman, dan Rara duduk bersama di meja makan. Rara tiba-tiba berkata, "Ibu, Ayah, aku senang kita bisa bersama lagi."

Laila dan Arman saling memandang, dan untuk pertama kalinya dalam setahun, Laila merasa damai. Di taman, Fajar dan Rama duduk dalam keheningan, namun ada ketenangan yang belum pernah mereka rasakan sebelumnya.

Bulan suci hampir mencapai puncaknya, dan meski jalan mereka masih panjang, mereka semua tahu bahwa memaafkan bukanlah tentang melupakan, melainkan tentang memberi ruang bagi cinta dan kedamaian. Mereka tidak tahu apakah hubungan mereka akan kembali seperti dulu, tapi mereka yakin bahwa dengan cinta, kesabaran, dan maaf, mereka bisa melewati segala rintangan.

Di bawah cahaya bulan yang terang, mereka memilih untuk menjalani hari-hari ke depan dengan hati yang lebih ringan, membiarkan waktu yang akan menjawab segalanya.


Malam itu, langit penuh bintang, dan angin malam terasa lebih sejuk. Fajar melihat bayangan Rama yang berjalan menjauh, sementara Laila memandangi Arman yang tertidur di sofa. Mereka berdua tersenyum tipis, menyadari bahwa hidup tidak selalu sempurna, tapi cinta dan maaf adalah cahaya yang bisa membimbing mereka melalui kegelapan.

Dan di sanalah, di bawah bulan penuh cahaya, mereka memilih untuk melangkah maju, membawa harapan dan keyakinan bahwa hari esok akan lebih baik.


Bulan puasa belum berakhir, baru pertengahan jalan. Memaafkan jangan tunggu akhir masa puasa. Memaafkan adalah proses, bukan sekadar kata. Beri ruang untuk cinta dan kedamaian, karena hidup terlalu singkat untuk dihabiskan dalam kebencian. Di bawah cahaya bulan yang terang, mari kita melangkah maju dengan hati yang lebih ringan, membawa harapan dan keyakinan bahwa hari esok akan lebih baik.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun