Mohon tunggu...
Alfred Benediktus
Alfred Benediktus Mohon Tunggu... Menjangkau Sesama dengan Buku

Seorang perangkai kata yang berusaha terus memberi dan menjangkau sesama. I Seorang guru di SMP PIRI, SMA dan SMK Perhotelan dan SMK Kesehatan. I Ia juga seorang Editor, Penulis dan Pengelola Penerbit Bajawa Press. I Melayani konsultasi penulisan buku. I Pemenang III Blog Competition kerjasama Kompasiana dengan Badan Bank Tanah

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Satu Bulan, Dua Jalan Maaf

12 Maret 2025   22:15 Diperbarui: 12 Maret 2025   22:15 279
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(ilustrasi olahan GemAIBot, dokpri)

Arman menunduk, suaranya penuh penyesalan. "Aku sadar, Laila. Aku sadar bahwa apa yang kulakukan salah. Aku telah kehilangan yang terbaik dalam hidupku. Aku ingin mencoba lagi, untuk kita, untuk Rara."

Keduanya -Fajar dan Laila- mengalami dilema yang sama. Memaafkan adalah hal yang sulit, terutama ketika luka begitu dalam. Namun, di tengah malam yang sunyi, suara azan Isya berkumandang, seakan memberi tanda untuk membuka hati.

Fajar menutup matanya sejenak, mendengar gema suara azan. Ia mencoba memahami perasaannya sendiri. "Kau tahu," katanya akhirnya, "aku ingin membencimu selamanya. Tapi aku sadar, itu hanya akan membuatku lebih lelah. Aku tidak bisa kembali ke masa lalu dan mengubah apa yang sudah terjadi. Tapi aku bisa memilih bagaimana aku melanjutkan hidup."

Rama menatapnya dengan mata berkaca-kaca. "Terima kasih, Fajar. Kau tidak tahu betapa berartinya ini bagiku."

Sementara itu, Laila memutuskan untuk berbicara dengan Arman keesokan harinya. Mereka duduk di ruang tamu, suasana tegang terasa di antara mereka. "Arman, aku tidak bisa menjanjikan apapun. Aku masih terluka, dan aku butuh waktu untuk memaafkanmu," ujar Laila dengan suara tegas.

Arman mengangguk, "Aku mengerti, Laila. Aku tidak meminta kau untuk langsung memaafkanku. Aku hanya ingin kesempatan untuk memperbaiki semuanya."

(ilustrasi olahan GemAIBot, dokpri)
(ilustrasi olahan GemAIBot, dokpri)

Hari-hari berikutnya, Rama mulai mendekati Fajar, mencoba untuk memperbaiki hubungan mereka meski perlahan-lahan. Sementara itu, Arman berusaha keras untuk kembali menjadi bagian dari kehidupan Laila dan Rara. Namun, proses ini tidak mudah. Setiap kali Arman melakukan kesalahan kecil, Laila merasa amarahnya membara. Begitu pula dengan Fajar, yang masih ragu apakah Rama benar-benar berubah.

Suatu sore, saat mereka duduk di teras rumah, Laila akhirnya meluapkan perasaannya. "Arman, aku tidak tahu apakah aku bisa melupakan apa yang telah kau lakukan. Setiap kali aku melihatmu, aku ingat betapa sakitnya aku saat kau pergi."

Arman menatap Laila dengan penuh penyesalan, "Aku tahu, Laila. Aku tahu aku telah menyakitimu. Tapi aku berjanji, aku akan melakukan apapun untuk memperbaiki semuanya. Aku mencintaimu, dan aku mencintai Rara. Aku tidak ingin kehilangan kalian lagi."

Laila meneteskan air mata. Dia tahu bahwa memaafkan adalah pilihan yang sulit, tapi dia juga tahu bahwa dia tidak bisa terus hidup dalam kebencian. "Aku akan mencoba, Arman. Tapi ini tidak akan mudah."

Di taman kecil tempat Fajar dan Rama biasa bertemu, mereka duduk berdua di bawah sinar bulan. "Aku tidak akan pernah lupa apa yang kau lakukan," kata Fajar pelan. "Tapi... mungkin aku bisa belajar memaafkan."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun