Luluh di Tengah Diskon Sembako
Ramadhan masih sebulan lagi, tapi suasana Lebaran sudah terasa di mana-mana. Pusat perbelanjaan penuh sesak, platform e-commerce ramai dengan promo gila-gilaan, dan semua orang seperti berlomba mengisi keranjang belanja mereka. Di tengah euforia ini, ada Sari, seorang yang terkenal teguh prinsipnya dalam mengelola keuangan. Namun, siapa sangka, di balik keteguhannya, ada momen di mana ia luluh, bukan karena diskon baju mewah atau gadget terkini, melainkan karena harga sembako yang tiba-tiba melambung tinggi.
Sari, seorang ibu rumah tangga berusia 32 tahun. Ia dikenal sebagai sosok hemat dan cerdas dalam mengatur keuangan. Setiap tahun, ia selalu punya strategi khusus untuk menghadapi musim belanja Lebaran. Ia membuat daftar prioritas, membandingkan harga, dan menghindari godaan diskon yang tidak perlu. "Belanja itu harus sesuai kebutuhan, bukan keinginan," begitu prinsipnya yang selalu ia pegang teguh.
Tahun ini, Sari sudah mempersiapkan diri sejak awal. Ia membuat daftar belanja lengkap dengan perkiraan anggaran. Baju baru untuk anak-anak? Sudah dihitung. Bahan makanan khas Lebaran? Sudah dicatat. Bahkan, ia sudah memantau harga-harga di beberapa toko online dan grosiran favoritnya. "Tahun ini, aku tidak akan tergoda promo apa pun," ucapnya dalam hati, yakin dengan rencananya.
Namun, godaan datang lebih awal dari yang ia duga. Saat membuka aplikasi e-commerce favoritnya, Sari disuguhi banner besar-besaran bertuliskan "Diskon Hingga 70% untuk Semua Kategori!" Ia menghela napas, mencoba mengabaikannya. Tapi, ketika ia melihat harga sembako seperti minyak goreng, gula, dan tepung yang tiba-tiba naik drastis di pasar tradisional, hatinya mulai goyah.
"Harganya naik dua kali lipat! Padahal, ini baru awal Ramadhan," keluhnya saat berbincang dengan suaminya, Andi. Andi hanya tersenyum, tahu betul bahwa istrinya sedang berjuang melawan godaan belanja. "Kalau memang perlu, beli saja. Tapi, tetap sesuai rencana, ya," ujar Andi, mencoba menenangkan.
Sari pun memutuskan untuk membeli sembako lebih awal. Ia tahu, jika menunggu hingga mendekati Lebaran, harga bisa semakin melambung. Dengan hati-hati, ia membandingkan harga di beberapa platform online dan akhirnya menemukan promo menarik untuk paket sembako. Meski awalnya ragu, ia akhirnya memutuskan untuk membeli. "Ini demi kebutuhan keluarga," bisiknya, mencoba membenarkan keputusannya.
Tapi, godaan tidak berhenti di situ. Saat sedang asyik memilih sembako, mata Sari tertuju pada promo peralatan dapur yang sedang diskon besar-besaran. "Wajan anti lengket, diskon 50%? Padahal, wajan di rumah masih bagus," pikirnya. Ia hampir tergoda, tapi kemudian mengingat prinsipnya. "Tidak, ini bukan kebutuhan mendesak," ucapnya dalam hati, lalu menutup aplikasi.
Hari-hari berikutnya, Sari terus dihadapkan pada berbagai promo menggiurkan. Mulai dari baju Lebaran anak-anak yang diskon 60%, hingga perlengkapan rumah tangga yang harganya turun drastis. Tapi, ia berhasil bertahan. Ia hanya membeli apa yang sudah direncanakan, tidak lebih.
Namun, ada satu momen di mana Sari benar-benar luluh. Saat ia sedang berbelanja di pasar tradisional, ia melihat harga daging sapi yang tiba-tiba melonjak. "Ini gila, harganya naik tiga kali lipat!" ujarnya kaget. Ia pun teringat pada promo daging sapi beku di e-commerce yang sempat ia lihat beberapa hari lalu. Tanpa pikir panjang, ia membuka aplikasi dan memesan daging sapi tersebut dengan harga yang jauh lebih murah.