Mohon tunggu...
Alfian Misran
Alfian Misran Mohon Tunggu... Dosen, Akuntan, dan Penulis

Pemerhati Audit, Ekonomi-Bisnis dan Keuangan

Selanjutnya

Tutup

Financial

Pertumbuhan Ekonomi, Kue yang Membesar, Tapi Siapa yang Makan?

10 September 2025   05:00 Diperbarui: 9 September 2025   13:53 38
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Apa yang Perlu Dilakukan Pemerintah

Kalau Menkeu serius mau membuat pertumbuhan 7% terasa sampai ke meja makan rakyat, ada beberapa pekerjaan rumah besar:

  • Dorong pertumbuhan padat karya, bukan sekadar padat modal. Industrialisasi berbasis tenaga kerja, digitalisasi UMKM, dan hilirisasi Sumber Daya Alam (SDA) harus jalan beriringan;
  • Perbesar akses pembiayaan UMKM. UMKM menyumbang 60% PDB dan 97% lapangan kerja. Kalau kreditnya cuma naik 2%, maka pertumbuhan hanya dinikmati korporasi besar;
  • Perkuat jaring pengaman sosial. Pendidikan gratis, bantuan tunai adaptif, dan subsidi pangan harus diperluas. Redistribusi pendapatan yang tepat sasaran bukan hanya adil, tapi juga efektif menjaga konsumsi;
  • Pemerataan antarwilayah. Jawa menyumbang 56,94% PDB, sementara Papua dan Maluku hanya 2,67%. Tanpa insentif investasi ke luar Jawa, kesenjangan antarwilayah akan makin parah;
  • Bangun kepercayaan publik. Tuntutan “17+8” bukan sekadar soal ekonomi, tapi juga tentang tata kelola, transparansi, dan keadilan. Rakyat mau pertumbuhan, tapi mereka juga menuntut pemerintahan yang bersih dan akuntabel.

Menatap 2026: Antara Harapan dan Kenyataan

Target pertumbuhan 6–7% pada 2026 dapat dicapai hanya jika tiga hal terjadi sekaligus. Pertama, investasi produktif melonjak, bukan sekadar transaksi portofolio. Kedua, pembiayaan UMKM dipacu hingga lebih dari 8% per tahun. Ketiga, pendapatan 40% rakyat terbawah naik lebih cepat daripada rata-rata nasional.

Tanpa itu, kita akan kembali ke pola lama, yaitu angka PDB tampak cantik, tapi sebagian besar rakyat masih berkata, “Ekonomi tumbuh, kami kok tetap susah?” Pertumbuhan ekonomi adalah penting, tapi kesejahteraan rakyat lebih penting. 

Data sudah bicara saat ekonomi tumbuh, tapi jurang antara kaya dan miskin tetap menganga. Menkeu boleh optimistis, tapi fakta di lapangan memanggil pendekatan yang lebih inklusif.

Kita butuh kebijakan yang membuat pertumbuhan bukan hanya terlihat indah di grafik, tapi terasa nyata di dapur-dapur rakyat. Kalau tidak, pertumbuhan 7% hanya akan jadi angka statistik, bukan cerita kesejahteraan.(AM)

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun