Setiap pagi, sebelum bel berbunyi, ruang kelas XI KUI Ismahanee Alwafi & Hayat Al-Sindi di Al-Azhar Asy-Syarif Sumatera Utara selalu penuh dengan energi khas remaja. Ada tawa kecil, ada percakapan ringan, ada pula wajah-wajah serius yang menyiapkan buku. Di tengah semua itu, berdirilah sosok yang selalu hadir dengan senyum dan ketegasan: Ustadzah Alfina Khaira Novriza, M.Pd., wali kelas yang dengan sabar mendampingi 15 muridnya dari pukul 07.00 hingga 17.00 setiap hari.
Baginya, menjadi wali kelas bukan sekadar rutinitas pekerjaan. Ia adalah panggilan jiwa, pengabdian, sekaligus ladang amal. Inilah kisah panjang penuh makna tentang dedikasi, tantangan, dan harapan seorang guru yang memilih mendidik dengan cinta.
Makna Peran: Lebih dari Sekadar Tugas
"Membersamai anak-anak mulai pukul 07.00 sampai 17.00 setiap harinya bukan hanya tentang hadir secara fisik, tetapi juga keterlibatan emosional, intelektual, dan spiritual dalam proses tumbuh kembang mereka."
Kalimat ini mencerminkan filosofi hidup Ustadzah Alfina. Ia percaya, guru bukan hanya pengajar, tetapi juga penjaga jiwa. Setiap anak adalah amanah, setiap interaksi adalah ibadah.
Di balik setiap buku pelajaran yang dibuka, ada hati yang sedang tumbuh. Di balik setiap tugas yang dikumpulkan, ada karakter yang sedang dibentuk. Menjadi wali kelas berarti menjalin komitmen jangka panjang: mendampingi anak bukan hanya dalam pencapaian akademik, tetapi juga dalam perjalanan spiritual menuju kedewasaan.
Baginya, kelas bukan sekadar ruangan empat dinding, melainkan sebuah ekosistem tempat lahirnya pribadi Islami yang siap menghadapi dunia.
Ikatan dengan Siswa: Menjadi Guru, Sekaligus Sahabat