Al-Azhar Asy-Syarif Islamic Boarding School (AAIBS) Sumatera Utara kembali menegaskan komitmennya dalam mencetak generasi Muslim intelektual global melalui program kerja sama internasional dengan Al-Azhar Cairo Mesir. Kehadiran Syeikh Khatib Mohamed Mohamed Ibrahim Elsayed sebagai bagian dari program Mab'uts Egypt menjadi tonggak penting dalam penguatan pembelajaran bahasa Arab dan penanaman nilai-nilai Azhari di lingkungan pesantren modern ini.
Ustadz Abdul Yahya Hidayat, Lc., M.A., selaku Koordinator Bahasa Arab dan Kurikulum Azhari AAIBS, dalam wawancara eksklusif menjelaskan betapa strategisnya program ini bagi pengembangan pendidikan Islam di Indonesia. "Kehadiran Syeikh Khatib melalui program Mab'uts Egypt merupakan suatu kehormatan sekaligus peluang strategis bagi AAIBS," ujarnya.
Mab'uts Egypt: Jembatan Ilmu Langsung dari Al-Azhar Cairo
Program Mab'uts Egypt merupakan inisiatif pengiriman ulama dan pendidik dari Al-Azhar Cairo ke berbagai negara untuk memperkuat pengajaran bahasa Arab dan nilai-nilai Islam moderat. Kehadiran Syeikh Khatib Mohamed Mohamed Ibrahim Elsayed di AAIBS bukan sekadar kunjungan biasa, melainkan representasi resmi dari lembaga keilmuan Islam tertua dan termasyhur di dunia.
"Melalui kehadiran beliau, para santri kita akan memperoleh pengalaman belajar bahasa Arab secara langsung dari seorang ulama Azhari yang memiliki otoritas keilmuan, baik dari segi kebahasaan, metodologi pengajaran, maupun wawasan ilmiah yang luas," jelas Ustadz Abdul Yahya.
Program ini dirancang untuk memberikan pengalaman belajar yang autentik bagi para santri. Mereka tidak hanya belajar bahasa Arab sebagai sekadar mata pelajaran, tetapi juga sebagai sarana untuk memahami sumber-sumber keilmuan Islam secara langsung. Para santri diajak untuk berinteraksi langsung dengan native speaker yang sekaligus merupakan pakar dalam disiplin ilmu keislaman.
"Metode pengajaran yang diterapkan oleh para Mab'uts sangat berbeda dengan pembelajaran konvensional. Mereka mengajarkan bahasa Arab dalam konteks penggunaan sehari-hari sekaligus mengaitkannya dengan pemahaman kitab-kitab klasik," tambahnya.
Nilai-Nilai Azhari: Moderat, Toleran, dan Seimbang
Lebih dari sekadar penguatan bahasa, kehadiran para Mab'uts Egypt juga menanamkan nilai-nilai Azhari yang menjadi ciri khas Al-Azhar Cairo. Nilai-nilai ini meliputi tawassuth (moderasi), tasamuh (toleransi), tawazun (keseimbangan), dan i'tidal (keadilan).
"Nilai-nilai inilah yang menjadi ciri khas Al-Azhar dan telah terbukti mampu menjaga umat Islam di berbagai belahan dunia tetap berada pada jalan yang lurus, moderat, dan penuh rahmat," jelas Ustadz Abdul Yahya.
Dalam konteks Indonesia yang memiliki keragaman yang tinggi, penanaman nilai-nilai ini menjadi sangat penting. Para santri diajarkan untuk menghargai perbedaan, menjunjung tinggi toleransi, dan menjunjung tinggi keadilan dalam kehidupan bermasyarakat.
"Dengan demikian, pembelajaran bahasa Arab di AAIBS tidak hanya bersifat linguistik semata, tetapi juga menyatu dengan penguatan karakter dan nilai-nilai keilmuan Islam yang otentik," tegasnya.
Para santri tidak hanya diajarkan cara berbicara bahasa Arab yang baik dan benar, tetapi juga cara berpikir dan bersikap sesuai dengan ajaran Islam yang moderat. Mereka dibekali dengan kemampuan untuk membedakan antara pemahaman Islam yang benar dengan paham-paham ekstrem yang menyimpang.
Sinergi dengan Kedutaan Mesir dan Kemenag RI
Program Mab'uts Egypt di AAIBS tidak berjalan sendiri. Terdapat sinergi yang kuat antara AAIBS dengan Kedutaan Besar Mesir di Indonesia serta Kementerian Agama Republik Indonesia. Sinergi ini memastikan program dapat berjalan secara berkelanjutan dan memberikan dampak nyata bagi para santri.
"Alhamdulillah, sinergi yang telah terjalin bersama Kedutaan Besar Mesir dan Kementerian Agama Republik Indonesia telah melahirkan langkah-langkah konkret, di antaranya pengiriman Mab'uts Al-Azhar, fasilitasi akademik, serta dukungan administratif agar program ini dapat berjalan secara berkesinambungan," ungkap Ustadz Abdul Yahya.
Ke depan, terdapat beberapa agenda penguatan sinergi yang akan dijalankan:
Peningkatan jumlah Mab'uts di bidang ilmu syar'i dan kebahasaan. Hal ini sejalan dengan dukungan dari Menteri Agama untuk memperluas cakupan pengajaran agar semakin luas dan mendalam.
Integrasi kurikulum Azhari dengan sistem pendidikan nasional. Langkah ini bertujuan membekali santri dengan kompetensi ganda: unggul dalam ilmu agama sekaligus siap menghadapi tantangan global.
Program pelatihan dan peningkatan kapasitas guru, khususnya guru-guru Azhari. Dengan demikian, transfer pengetahuan dari para Mab'uts dapat terserap dengan baik dan berkelanjutan.
Pembukaan akses lanjutan ke Universitas Al-Azhar. Ini penting untuk memastikan kesinambungan pendidikan dan sanad keilmuan para santri dapat terus terjaga.
"Dengan sinergi yang terstruktur dan berorientasi jangka panjang ini, kita optimis program Mab'uts Egypt akan memberikan kontribusi nyata dalam mencetak generasi santri yang unggul secara intelektual, spiritual, dan moral," tambah Ustadz Abdul Yahya.
Membentuk Generasi Intelektual Muslim Global
Program kerja sama internasional ini pada hakikatnya adalah jembatan penting dalam membentuk generasi intelektual Muslim yang memiliki keseimbangan antara keluasan wawasan global dengan keteguhan akidah dan tradisi ilmiah. Para santri AAIBS dididik untuk mampu berinteraksi dengan dunia modern, memahami keragaman pemikiran, serta berkontribusi dalam percaturan global, namun tetap berpijak pada manhaj Ahlus Sunnah wal Jama'ah sebagaimana diwariskan oleh para ulama Al-Azhar.
"Kehadiran para Mab'uts Al-Azhar menjadi penopang utama dalam proses ini. Melalui bimbingan, santri diarahkan agar memiliki tiga kekuatan fundamental," jelas Ustadz Abdul Yahya.
Pertama, keteguhan akidah, sehingga tidak mudah goyah oleh arus ekstremisme maupun liberalisme. Para santri diajarkan untuk memegang teguh prinsip-prinsip dasar Islam namun tetap terbuka terhadap perkembangan zaman.
Kedua, kedalaman ilmu, dengan penguasaan bahasa Arab, disiplin ilmu syar'i, serta wawasan kontemporer. Para santri tidak hanya belajar teori, tetapi juga diajarkan untuk mengaplikasikan ilmu dalam konteks kekinian.
Ketiga, keluhuran akhlak, sebagaimana teladan yang diwariskan oleh para ulama Al-Azhar di sepanjang sejarah. Akhlak mulia menjadi fondasi utama dalam setiap proses pembelajaran di AAIBS.
"Dengan bekal tersebut, kerja sama internasional ini bukan hanya menghasilkan generasi yang cakap berbahasa dan berilmu, tetapi juga generasi yang siap menjadi duta Islam moderat, berkarakter rahmatan lil-'alamin, serta mampu memberikan kontribusi positif bagi bangsa, umat, dan peradaban dunia," tegasnya.
Implementasi di Kelas dan Lingkungan Pesantren
Di kelas-kelas AAIBS, pengaruh program Mab'uts Egypt sangat terasa. Para santri tidak hanya belajar bahasa Arab secara teoritis, tetapi praktis. Mereka diajak untuk berdialog, berdebat, dan presentasi menggunakan bahasa Arab. Para Mab'uts juga membimbing santri dalam membaca dan memahami kitab-kitab klasik secara langsung.
"Kami menciptakan lingkungan yang mendukung penguasaan bahasa Arab. Setiap hari, para santri wajib menggunakan bahasa Arab dalam komunikasi sehari-hari, baik di dalam maupun di luar kelas," jelas Ustadz Abdul Yahya.
Selain itu, para Mab'uts juga aktif dalam kegiatan ekstrakurikuler seperti klub debat bahasa Arab, klub sastra, dan kegiatan keagamaan. Mereka menjadi mentor langsung bagi para santri yang ingin mendalami bahasa Arab dan ilmu syar'i.
"Kami juga mengadakan program 'Arabic Day' setiap bulan, di mana seluruh kegiatan menggunakan bahasa Arab. Ini menjadi ajang bagi para santri untuk mengasah kemampuan mereka dalam situasi yang menyenangkan," tambahnya.
Dampak Nyata bagi Para Santri
Program ini telah memberikan dampak nyata bagi para santri AAIBS. Banyak dari mereka yang mengaku mengalami peningkatan signifikan dalam kemampuan berbahasa Arab serta pemahaman agama.
"Saya merasa sangat terbantu dengan kehadiran para syeikh dari Mesir. Mereka mengajar dengan metode yang berbeda, lebih interaktif dan menyenangkan. Sekarang saya lebih percaya diri saat berbicara bahasa Arab," ujar Ahmad, salah satu santri kelas XI.
Sementara itu, Siti, santri kelas X, menambahkan: "Selain belajar bahasa, kami juga banyak belajar tentang nilai-nilai toleransi dan moderasi dalam Islam. Para syeikh sering bercerita tentang pengalaman mereka di Mesir dan bagaimana Islam harus dipraktikkan dengan moderat di tengah keragaman."
Para santri juga merasa termotivasi untuk melanjutkan studi ke Universitas Al-Azhar Cairo. Kehadiran para Mab'uts menjadi inspirasi bagi mereka untuk mengejar impian tersebut.
"Saya ingin melanjutkan studi di Al-Azhar setelah lulus nanti. Dengan adanya program ini, saya merasa lebih siap karena sudah terbiasa dengan metode pengajaran dan lingkungan yang serupa," kata Faisal, santri kelas XII yang berencana melanjutkan studi ke Mesir.
Tantangan dan Solusi
Meski telah menunjukkan banyak kemajuan, program ini tidak terlepas dari tantangan. Salah satunya adalah perbedaan budaya dan adaptasi antara para Mab'uts dengan lingkungan pesantren di Indonesia.
"Kita memang menghadapi beberapa tantangan, terutama terkait adaptasi budaya. Para Mab'uts perlu waktu untuk memahami budaya Indonesia, begitu pula sebaliknya," jelas Ustadz Abdul Yahya.
Untuk mengatasi hal ini, AAIBS menyediakan program orientasi dan pendampingan bagi para Mab'uts. Mereka dibantu oleh tim khusus yang bertugas memfasilitasi komunikasi dan adaptasi.
"Kami juga rutin mengadakan pertemuan antara para Mab'uts dengan guru lokal untuk sharing pengalaman dan menyamakan persepsi. Ini sangat efektif dalam meminimalkan kesalahpahaman," tambahnya.
Tantangan lainnya adalah memastikan keberlanjutan program setelah para Mab'uts kembali ke Mesir. Untuk itu, AAIBS mengembangkan sistem mentoring di mana para guru lokal yang telah dilatih oleh para Mab'uts akan melanjutkan pembinaan kepada santri.
"Kami juga mendokumentasikan semua materi dan metode pengajaran para Mab'uts sehingga dapat dijadikan referensi bagi guru-guru kami ke depannya," jelasnya.
Harapan ke Depan
AAIBS memiliki harapan besar untuk pengembangan program ini ke depan. Selain meningkatkan jumlah Mab'uts, pihaknya juga berencana untuk memperluas cakupan kerja sama dengan Al-Azhar Cairo.
"Kami berharap ke depan tidak hanya Mab'uts di bidang bahasa dan syar'i, tetapi juga di bidang-bidang lain seperti sains dan teknologi dari perspektif Islam. Ini akan memperkaya wawasan para santri," ungkap Ustadz Abdul Yahya.
AAIBS juga berencana untuk menjadikan program ini sebagai model bagi pesantren-pesantren lain di Indonesia. Dengan demikian, dampak positifnya dapat lebih luas.
"Kami ingin berbagi pengalaman dengan pesantren lain yang tertarik mengembangkan program serupa. Ini sejalan dengan visi kami untuk ikut serta dalam mencerdaskan kehidupan bangsa melalui pendidikan Islam berkualitas," tambahnya.
Terakhir, Ustadz Abdul Yahya menegaskan bahwa program ini adalah bukti komitmen AAIBS dalam mencetak generasi Muslim yang tidak hanya unggul secara akademis, tetapi juga kokoh dalam nilai-nilai agama dan siap menjadi pemimpin masa depan.
"Dengan dukungan semua pihak, kami yakin program ini akan terus berkembang dan memberikan kontribusi signifikan bagi kemajuan pendidikan Islam di Indonesia. Kami terus berdoa dan berikhtiar agar AAIBS dapat terus menjadi laboratorium pembentukan generasi Muslim intelektual yang berkarakter dan berwawasan global," pungkasnya.
*****
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI