Mohon tunggu...
Akbar Pitopang
Akbar Pitopang Mohon Tunggu... Berbagi Bukan Menggurui

Mengulik sisi lain dunia pendidikan Indonesia. Buku: Cinta Indonesia Setengah dan Jelajah Negeri Sendiri. BT 2022. KOTY 2024.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Demo di DPR dan Pendidikan Karakter

1 September 2025   22:44 Diperbarui: 1 September 2025   22:44 26
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Poster yang dibawa masyarakat yang hendak berdemonstrasi ke depan Gedung DPR | KOMPAS

Di era digital seperti sekarang, berita tentang demonstrasi begitu cepat menyebar. Dari layar kaca hingga linimasa media sosial, hampir setiap detik kita disuguhi gambar dan narasi yang tak jarang bikin kita bertanya-tanya.

Bukan hanya orang dewasa yang memperhatikan masalah ini, bahkan anak-anak sekolah dasar pun ikut menaruh rasa ingin tahu. Pertanyaan polos mereka kadang justru menusuk lebih dalam ketimbang komentar para pengamat politik di televisi.

Bayangkan, seorang siswa bertanya, "Pak, kenapa ada orang yang demo sampai bakar-bakar, kok malah ada yang ditabrak dan meninggal?" Sebuah pertanyaan sederhana, tapi berat jawabannya.

Sebagai guru, momen seperti ini bagaikan ujian tak tertulis. Haruskah kita menghindar dengan jawaban normatif, atau justru menjadikannya peluang emas untuk mendidik tentang arti demokrasi?

Banyak orang mungkin beranggapan anak SD belum pantas membicarakan isu demonstrasi. Namun, realitanya dunia kini tanpa sekat informasi. Apa yang terjadi di jalanan ibu kota bisa langsung masuk ke genggaman tangan bocah di desa.

Inilah tantangan kita. Bagaimana menyaring sekaligus menyulap kabar kekerasan menjadi bahan pembelajaran yang menumbuhkan empati dan kesadaran sosial pada generasi muda.

Demonstrasi sejatinya adalah bagian sah dari demokrasi. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum, jelas menyatakan setiap warga negara berhak menyampaikan pendapat di muka umum. Jadi, demo bukan sekadar kerumunan tapi wujud kebebasan berekspresi.

Sayangnya, praktik di lapangan seringkali berbeda dari teori. Alih-alih berjalan damai, demonstrasi kadang berujung ricuh, bahkan memakan korban jiwa.

Data Komnas HAM menunjukkan bahwa setiap tahun selalu ada laporan pelanggaran hak asasi manusia dalam konteks aksi unjuk rasa. Dari tindakan represif aparat, hingga anarkisme massa yang merugikan publik.

Di titik inilah anak-anak kita perlu diberi pemahaman. demonstrasi itu boleh tapi harus dilakukan dengan damai, tertib, dan beradab. Tanpa kekerasan, tanpa merugikan orang lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun