Mohon tunggu...
Akbar Pitopang
Akbar Pitopang Mohon Tunggu... Guru - Berbagi Bukan Menggurui

Mengulik sisi lain dunia pendidikan Indonesia 📖 Omnibus: Cinta Indonesia Setengah dan Jelajah Negeri Sendiri terbitan Bentang Pustaka | Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta | Best Teacher 2022 dan Best In Specific Interest Nominee 2023 | Ketua Bank Sampah Sekolah | Teknisi Asesmen Nasional ANBK | Penggerak Komunitas Belajar Kurikulum Merdeka

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mari Mewujudkan Keluarga Indonesia Bebas "Fatherless"

26 Juni 2023   11:13 Diperbarui: 15 Juli 2023   00:15 615
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi hubungan ayah dan anak. (Dok Shutterstock via Kompas.com)

Momen di sebuah toko pakaian anak, dimana para ayah menjaga anak-anaknya. (foto Akbar Pitopang)
Momen di sebuah toko pakaian anak, dimana para ayah menjaga anak-anaknya. (foto Akbar Pitopang)

Terjadinya fatherless karena pengaruh sosial-budaya-ekonomi? 

Dalam menggali pemahaman yang lebih dalam tentang fatherless serta peran ayah dalam keluarga Indonesia, penting bagi kita untuk menghadapi realitas yang ada. 

Meskipun hampir semua ayah di Indonesia yang pasti dengan sepenuh hati memberikan perhatian dan kepedulian terhadap tumbuh kembang anak-anak mereka, kita tidak boleh mengabaikan fenomena fatherless yang mungkin terjadi tanpa disadari. 

Fatherless merupakan kondisi ketika kehadiran seorang ayah dalam kehidupan anak terbatas atau bahkan tidak ada sama sekali. Mengakui fenomena ini adalah langkah awal untuk mengatasi dampaknya dan memberikan dukungan yang diperlukan.

Fenomena fatherless atau ketiadaan ayah dalam kehidupan anak adalah sebuah permasalahan yang kompleks dan dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor. Dalam konteks keluarga Indonesia, terdapat beberapa penyebab yang dapat menjadi pemicu terjadinya fatherless. 

Faktor sosial dalam masyarakat Indonesia dapat berkontribusi terhadap terjadinya fatherless. Adanya dinamika sosial seperti urbanisasi atau migrasi penduduk, ayah yang terpaksa bekerja di luar kota atau bahkan negara untuk mencari penghidupan sering kali menghadapi kesulitan dalam mempertahankan keterlibatannya bagi anak. 


Faktor budaya juga memainkan peran penting dalam fenomena fatherless. Fenomena budaya patriarkis yang masih melekat dalam masyarakat Indonesia dapat menyebabkan ayah lebih fokus pada peran sebagai pencari nafkah semata, sementara tanggung jawab dalam mendidik anak seringkali dianggap menjadi tugas ibu. 

Selain itu, stigma yang begitu kuat tentang ayah yang terlibat dalam peran domestik seperti mengurus anak atau pekerjaan rumah tangga, jelas akan mempengaruhi keterlibatan ayah dalam urusan keluarga dan kehidupan anak.

Aspek ekonomi juga memiliki dampak signifikan dalam fenomena fatherless. Ketidakstabilan ekonomi di negeri ini, rendahnya tingkat pendapatan, atau pengangguran dapat memaksa ayah untuk bekerja lebih keras dan dengan jam kerja yang lebih lama demi mencukupi kebutuhan keluarga. 

Keterbatasan waktu dan sumber daya yang dihabiskan untuk mencari nafkah pasti akan menyebabkan berkurangnya waktu yang tersedia untuk berinteraksi dengan anak-anak. 

Sementara itu, beban atau tuntutan ekonomi yang tinggi juga dapat menjadi pemicu konflik dalam rumah tangga yang pada akhirnya sering berujung pada perceraian yang jelas-jelas akan merugikan anak-anak itu sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun