Mohon tunggu...
Akaha Taufan Aminudin
Akaha Taufan Aminudin Mohon Tunggu... Sastrawan

Koordinator Himpunan Penulis Pengarang Penyair Nusantara HP3N Kota Batu Wisata Sastra Budaya SATUPENA JAWA TIMUR

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Menulis Ulang Kontrak Setelah Kerusuhan 2025

19 September 2025   15:47 Diperbarui: 19 September 2025   15:47 15
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada era Orde Baru, kontrak sosial yang berlaku adalah stabilitas politik ditukar dengan pertumbuhan ekonomi. Rakyat menerima represi politik sejauh dapur tetap mengepul, bensin murah, dan harga pangan terkendali.

Namun krisis moneter 1998 merobohkan fondasi tersebut; stabilitas tak lagi bisa dibeli ketika legitimasi ekonomi hancur. Reformasi 1998 melahirkan kontrak sosial baru: kebebasan politik dengan janji kesejahteraan demokratis.

Dua dekade kemudian, janji itu pun mulai rapuh karena demokrasi yang dikooptasi oligarki dan ketidakadilan ekonomi yang makin mencolok.

Dalam konteks itu, kerusuhan 2025 bukan sekadar letupan spontan, melainkan tanda bahwa kontrak sosial reformasi sudah mencapai batas sejarahnya.

Generasi muda yang hidup dalam ketidakpastian kerja menolak status quo; kelas menengah yang terhimpit biaya hidup kehilangan kepercayaan; rakyat kecil merasa ditinggalkan oleh elit yang makmur.

Maka, kontrak sosial masa depan hanya bisa bertahan bila negara berani menyatukan dua hal yang selama ini pincang. Yaitu dipulihkannya demokrasi politik agar lebih sehat dan keadilan ekonomi yang nyata.

Tanpa kombinasi itu, Indonesia akan terus mengulangi siklus kerusuhan setiap dua dekade, dari 1998 ke 2025, menuju krisis berikutnya.

Kontrak sosial baru juga menuntut keberanian negara menghadapi oligarki secara nyata. Misalnya melalui regulasi politik pembiayaan partai, transparansi aset pejabat, serta reformasi hukum yang menutup celah korupsi institusional.

Tanpa reformasi struktural, kebijakan populis hanya akan jadi kosmetik sesaat, bukan penopang jangka panjang kesejahteraan bangsa.

Sejarah selalu memberi ruang bagi bangsa yang berani menata ulang dirinya.

Untuk mewujudkan keadilan yang nyata, pemerintah harus berani mengambil langkah tegas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun