Mengungkap krisis karakter di balik kemajuan bangsa dan peran nyata pendidikan serta pemimpin bermoral.
Di tengah kemajuan teknologi dan pembangunan fisik yang pesat, Indonesia menghadapi krisis yang lebih dalam dan tak kasatmata, yakni kemerosotan karakter bangsa.Â
Gejalanya bukan lagi samar. Korupsi yang membudaya, manipulasi hukum demi kepentingan politik, serta merosotnya integritas dalam kepemimpinan publik.Â
Semua ini menunjukkan kegagalan kolektif dalam mentransmisikan nilai moral, budaya, dan spiritual secara efektif. Lalu, bagaimana kita membangun kembali fondasi karakter bangsa yang kokoh dan berkelanjutan?
Pendidikan Berbasis Pengalaman
Langkah pertama yang mendesak untuk dilakukan adalah merevolusi pendekatan pendidikan karakter. Selama ini, pendidikan karakter sering kali hadir sebagai formalitas. Dipelajari di atas kertas, tetapi tidak ditanamkan dalam jiwa.Â
Thomas Lickona (1991), seorang pakar pendidikan karakter, menegaskan bahwa karakter sejati tidak hanya mencakup pengetahuan tentang moral, tapi juga hasrat untuk hidup sesuai nilai tersebut dan tindakan nyata dalam kehidupan sehari-hari.
Pendidikan tidak bisa hanya mengandalkan pendekatan kognitif. Untuk benar-benar membentuk karakter, dibutuhkan metode yang menyentuh ranah afektif dan psikomotorik.Â
Di sinilah Teori Experiential Learning dari David Kolb (1984) jadi relevan. Kolb menjelaskan bahwa pembelajaran yang efektif terjadi melalui siklus pengalaman nyata, refleksi, konseptualisasi, dan eksperimen aktif.Â
Ini bukan hanya teori, tapi metode pembelajaran yang telah terbukti meningkatkan empati, tanggung jawab, dan kesadaran etis, seperti dijelaskan dalam Experiential Learning: Metode Pembelajaran Berbasis Pengalaman (Gramedia, 2023).
Artikel "Membangkitkan (Nurani) Karakter Bangsa" dari Kompas (2024) secara tegas menyoroti kegagalan sistem pendidikan Indonesia dalam menginternalisasi nilai-nilai luhur.Â
Ketika guru dan dosen tidak menjadi teladan, dan ketika karakter hanya dijadikan isi RPP tanpa implementasi konkret, maka sistem telah gagal membentuk manusia seutuhnya.Â
Penerapan experiential learning, seperti proyek kolaboratif, simulasi musyawarah, atau praktik etika dalam kehidupan nyata, jadi cara efektif untuk membumikan nilai-nilai Pancasila secara kontekstual dan menyentuh hati.
Membangun Moral Kolektif
Pendidikan saja tidak cukup. Sebab nilai yang ditanamkan di sekolah akan kehilangan makna ketika realitas sosial justru menunjukkan hal sebaliknya.Â
Masyarakat belajar dari apa yang mereka saksikan setiap hari, terutama dari para pemimpinnya. Pemimpin tidak hanya harus kompeten, api juga menjadi sumber keteladanan moral.
James MacGregor Burns, dalam gagasannya tentang Transformational Leadership (1978), menekankan bahwa pemimpin transformasional adalah mereka yang mampu menginspirasi perubahan nilai dan budaya melalui keteladanan.Â
Pemimpin seperti ini tak hanya memerintah, tapi memberi arah moral dan menyulut semangat etis kolektif. Sayangnya kondisi Indonesia hari ini menunjukkan kenyataan yang bertolak belakang.Â
Laporan Transparency International (2024) menempatkan Indonesia pada skor 37 dalam Indeks Persepsi Korupsi. Angka ini mencerminkan lemahnya integritas kepemimpinan dan jauhnya praktik politik dari nilai-nilai moral.
Pemimpin yang tidak menjadikan Pancasila sebagai panduan praktis hanya akan menciptakan kebijakan yang dangkal dan berpihak pada kekuasaan, bukan keadilan.Â
Seperti disampaikan dalam artikel Peran Pancasila dalam Kebijakan Publik (Kompasiana, 2024), nilai-nilai seperti "Keadilan Sosial" harus tercermin dalam desain kebijakan publik seperti APBN dan kebijakan kesejahteraan.Â
Tanpa itu, pembangunan hanya melahirkan kemajuan fisik yang kosong dari makna kemanusiaan.
Sinergi untuk Karakter Kuat
Pembangunan karakter bangsa bukan sekadar tugas institusi pendidikan atau tanggung jawab individu. Ia memerlukan orkestrasi besar antara pendidikan, kepemimpinan, dan sistem hukum yang mendukung nilai-nilai luhur.Â
Ketika pendidikan karakter berbasis pengalaman menyatu dengan keteladanan pemimpin yang bermoral, maka terciptalah sinergi yang dapat menumbuhkan generasi baru yang berintegritas, adil, dan bertanggung jawab.
Sebagaimana disimpulkan dalam artikel Membangun Sistem Hukum yang Adil (UMA, 2024), reformasi hukum pun harus berjalan beriringan.Â
Menghilangkan intervensi politik, menanamkan prinsip keadilan, dan mencetak penegak hukum melalui pendidikan berbasis praktik nyata seperti program Sekolah Hukum Klinis, telah terbukti meningkatkan sensitivitas etis mahasiswa (Hukumonline, 2024).
Kini saatnya kita tidak hanya membangun gedung-gedung tinggi, tapi juga membangun jiwa dan nurani bangsa. Karakter bangsa bukan warisan, tapi hasil dari kesungguhan bersama.Â
Jika pendidikan jadi akar, dan kepemimpinan jadi matahari, maka karakter bangsa akan tumbuh kokoh, menghunjam tanah dan menjulang ke langit peradaban.
Apakah kita siap membangun bangsa yang bukan hanya cerdas, tapi juga berintegritas? Jika ya, maka pendidikan yang memanusiakan dan pemimpin yang menginspirasi adalah jawabannya.
***
Referensi:
- Gramedia. (n.d.). Experiential learning: Metode pembelajaran berbasis pengalaman. Gramedia. Retrieved May 21, 2025, from https: Â //www.gramedia.com/best-seller/experiential-learning/?srsltid=AfmBOoqrNmQ6XkiN6sA0PKznvWOzcrnrIVFrjdeQeyxwObdfqJp9dQyD
- Educa Academy. (n.d.). Experiential learning: Belajar asyik melalui pengalaman. Educa Academy. Retrieved May 21, 2025, from https: Â //academy.educa.id/teachers/news/2790-experiential-learning-belajar-asyik-melalui-pengalaman
- Sahid, N. (2025, May 20). Membangkitkan (nurani) karakter bangsa. Kompas.id. Retrieved May 21, 2025, from https: Â //www.kompas.id/artikel/membangkitkan-nurani-karakter-bangsa
- Mutaqin, A. Z. (2023, October 24). Experiential learning menurut para ahli. Highland Experience Indonesia. Retrieved May 21, 2025, from https: Â //highlandexperience.co.id/pengertian-experiential-learning
- Universitas Medan Area. (2024, June). Membangun sistem hukum yang adil dan responsif dalam mendukung pembangunan nasional. Retrieved May 21, 2025, from https: Â //pemerintahan.uma.ac.id/2024/06/membangun-sistem-hukum-yang-adil-dan-responsif-dalam-mendukung-pembangunan-nasional/
- Septian, Y. B. (2025, January 4). Peran Pancasila dalam pembentukan kebijakan publik. Kompasiana. Retrieved May 21, 2025, from https: Â //www.kompasiana.com/yusupbaraseptian4237/67795701c925c447a8481c02/peran-pancasila-dalam-pembentukan-kebijakan-publik
- Hukumonline. (n.d.). Reformasi kewenangan penyidikan untuk hukum acara pidana responsif. Retrieved May 21, 2025, from https: Â //www.hukumonline.com/berita/a/reformasi-kewenangan-penyidikan-untuk-hukum-acara-pidana-responsif-lt67b76e1869574?page=all
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI