Apakah kita akan hidup dalam negara yang mengekang? Hal ini yang membuat orang merasa cemas.
Tentu kita harus bertanya. Apa yang akan terjadi dengan kebebasan demokrasi, jika kewenangan luas diberikan tanpa pengawasan tegas?
Kontrol Siber dan Kebebasan Digital yang Terancam
Bagian kontroversial dalam revisi UU Polri adalah kewenangan mengontrol ruang siber.
Berdasar Tempo, revisi ini menyatakan bahwa Polri akan memiliki wewenang untuk melakukan “penindakan, pemblokiran atau pemutusan, dan upaya perlambatan akses ruang siber untuk tujuan keamanan dalam negeri” (Tempo, 2024).
Mungkin wajar karena perkembangan teknologi yang makin pesat. Namun, pertanyaan besar yang timbul. Sejauh mana revisi ini berimbas pada kebebasan berekspresi di dunia maya?
Kita bisa kehilangan akses ke informasi yang bebas dan terbuka. Hanya karena Polri menilai sebuah situs atau sebuah percakapan di ruang siber berisiko bagi "keamanan dalam negeri."
Dunia digital adalah bagian penting dari hidup kita. Untuk belajar, berdiskusi, hingga berinteraksi sosial. Jika revisi ini disahkan tanpa pembahasan yang lebih mendalam.
Kita akan marasakan saat di mana kebebasan berbicara atau berpendapat di internet dikekang begitu saja.
Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Kepolisian mengingatkan. Bahwa hal ini berpotensi menghilangkan kebebasan berpendapat (BantuanHukum.or.id, 2025).
Ini bukan hanya soal blokir situs atau artikel. Ini berarti makin sulit bagi masyarakat untuk mengakses informasi yang independen. Kita akan terjebak dalam dunia digital yang dikontrol.
Pengawasan Lemah, Potensi Penyalahgunaan Wewenang Meningkat
Bagian lain yang jadi sorotan adalah pengawasan terhadap Polri. Tanpa pengawasan yang cukup. Pemberian kewenangan besar pada Polri berisiko disalahgunakan.