Tapi, penerapannya berbeda dengan negara-negara Barat.Â
Jika di negara lain seseorang bisa kehilangan pekerjaan atau kehilangan pengikut di media sosial, di Indonesia, tekanan publik bisa sampai pada proses hukum. Â
Salah satu contoh kasus adalah Ratu Thalisa, seorang influencer transgender yang ditangkap karena dianggap melakukan penistaan agama dalam siaran langsung di TikTok (News.com.au, 2024).Â
Kasus ini menunjukkan bahwa cancel culture di Indonesia lebih kepada melibatkan persoalan agama dan hukum, bukan sekadar boikot.Â
Ada juga kasus di mana figur publik dikecam karena pernyataan kontroversial.Â
Beberapa selebritas atau influencer akhirnya meminta maaf dan bisa kembali berkarier, tetapi ada juga yang kehilangan reputasi mereka secara permanen. Â
2. Pisau Bermata Dua Â
Dampak cancel culture tidak selalu negatif. Dalam beberapa kasus, ini bisa menjadi alat untuk menuntut akuntabilitas dari figur publik atau institusi.Â
Namun, jika tidak terkendali, fenomena ini bisa berujung pada penghukuman massa yang berlebihan. Â
Dampak bagi Individu Â
Bagi individu, terutama figur publik, cancel culture bisa menghancurkan reputasi dalam hitungan jam. Efeknya bisa meluas ke berbagai aspek kehidupan mereka: Â
- Kehilangan pekerjaan dan kontrak kerja: Banyak selebritas atau influencer yang diputus kontraknya oleh merek atau perusahaan karena tekanan publik. Ini bisa berdampak pada finansial dan karier mereka dalam jangka panjang. Â
- Tekanan mental dan sosial: Tidak sedikit orang yang mengalami gangguan mental setelah menjadi sasaran cancel culture. Ancaman, hujatan, dan komentar negatif yang terus-menerus bisa menyebabkan depresi atau kecemasan. Â
- Kemungkinan tindakan hukum: Seperti yang terlihat dalam kasus Ratu Thalisa, tekanan dari publik bisa berujung pada proses hukum. Ini menunjukkan bahwa di Indonesia, cancel culture tidak hanya berdampak pada reputasi, tetapi juga pada kebebasan individu. Â
Dampak bagi Industri Kreatif Â
Cancel culture juga memengaruhi industri kreatif, terutama di sektor hiburan dan media. Â
- Pembatasan kebebasan berekspresi:Â Banyak seniman, penulis, atau komedian yang menjadi lebih berhati-hati dalam menyampaikan gagasan mereka. Ini bisa menghambat kreativitas dan inovasi di industri kreatif. Â
- Tekanan bagi brand dan perusahaan:Â Perusahaan sering kali berada dalam posisi sulit saat figur publik yang mereka gandeng terkena cancel culture. Jika mereka tidak segera mengambil tindakan, mereka bisa ikut terkena imbas boikot. Â
Menurut penelitian yang dipublikasikan pada jurnal terbitan UIN Syahada, cancel culture di Indonesia cenderung mempersempit ruang diskusi dan menyebabkan ketakutan di kalangan kreator.Â