-kepedulian yang terbangun adalah proteksi hanya untuk melindungi keluarga dan kerabatnya
-ketiadaan minat untuk menjadi pemimpin di dalam lingkunganya (menjadi ketua RT,RW)
Jika ada proses interaksi yang terbangun antara warga tionghoa dan warga  mayoritas, hal ini hanya berjalan di dalam pola berhubungan secara teknis (sebatas hubungan kerja), hal ini tergambarkan bahwa realitas semua badan usaha rumahan milik orang tionghoa, baik konveksi, bordil,maupun sablon, hampir semua para pekerjanya adalah warga mayoritas yang memiliki pendidikan rendah, dalam hal ini proses interaksi terjalin atas dasar saling membutuhkan, pekerja yang membutuhkan bayaran (uang) untuk kelangsungan hidupnya, sementara pemilik yang membutuhkan bantuan tenaga untuk melancarkan proses produksi dan distribusi agar dapat menghasilkan keuntungan, selama sistem ini terjalin proses hubungan orang-orang tionghoa dan warga mayoritas berjalan dengan harmonis, sementara tanpa pola hubungan kerja, garis keterpisahan antara orang-orang tionghoa dan warga mayoritas amatlah jauh, hal ini bagaikan sebuah tembok raksasa yang memisahkan, banyak hal yang melatar belakangi perbedaan yang menciptakan tembok pemisah itu, di antaranya;
- perbedaan RAS, yang mencakup kepercayaan (agama), budaya, suku,bahasa, serta biologis (bentuk fisik)
-setatus sosial, orang-orang tionghoa mempersepsi dirinya lebih tinggi kedudukanya di banding warga mayoritas
-proses rekonsiliasi yang berjalan mandeg, hal ini berkaitan dengan konflik masa lalu
-proses asimilasi yang tak membuahkan hasil
-kecemburuan sosial warga mayoritas terhadap orang-orang tionghoa
-fundamentalisme agama, yang melahirkan sikap fanatik terhadap keyakinan tanpa bisa menerima perbedaan
-primodialisme, bahwa dirinya hanya mampu berbaur dengan orang dari latar belakang yang sama
-etnosentrisme, berangapan bahwa kebudayaannya lebih unggul di banding kebudayaan yang lain