Mohon tunggu...
Ahmad Faizal Abidin
Ahmad Faizal Abidin Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa dan Guru PAUD

Terkadang, saya hanya seorang mahasiswa yang berusaha menulis hal-hal bermanfaat serta menyuarakan isu-isu hangat.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Serangan Fajar Berlumuran Uang: Sebuah Kisah Demokrasi yang Tercoreng

14 Februari 2024   06:03 Diperbarui: 14 Februari 2024   06:15 179
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di London, Rani menatap layar laptopnya dengan gelisah.

Berita tentang dugaan politik uang di Pemilu Indonesia memenuhi layar. Rani tahu, meski jauh di perantauan, ia tak bisa tinggal diam.

"Aku harus melakukan sesuatu," gumam Rani. Ia mulai mengetik dengan cepat, merumuskan rencana kampanye edukasi online untuk para WNI di luar negeri, mengajak mereka menggunakan hak pilih dengan jujur.

Fajar semakin terang, menyinari tiga insan dari tiga tempat berbeda, yang sedang memperjuangkan keadilan dan demokrasi. Akankah mereka berhasil? Nantikan kelanjutan kisahnya...

Bab 2: Bisikan dan Bayangan

Matahari meninggi, memanaskan udara desa yang biasanya sejuk. Namun, ketegangan di TPS (Tempat Pemungutan Suara) Desa Sukamaju justru semakin dingin. Naya, dengan selembar karton bertuliskan "Tolak Politik Uang!" berdiri tegak di depan pintu masuk. Tatapannya tajam mengamati setiap orang yang hendak memasuki TPS.


"Eh, Naya, mau nyoblos ya?" sapa Pak Diman, tetangganya, dengan senyum kaku.

Naya balas tersenyum, tapi suaranya tegas. "Nggak, Pak. Saya cuma mau ingetin, jangan lupa gunakan hak pilih Bapak sesuai hati nurani, bukan karena iming-iming uang."

Pak Diman melirik ke belakang, gelisah. "Kamu ini ngomong apa, hah? Nggak usah sok suci!"

"Saya nggak sok suci, Pak. Tapi saya nggak mau demokrasi kita dirusak sama praktik kotor kaya gini!"

Suara Naya lantang, menarik perhatian warga lain yang mengantre. Beberapa berbisik-bisik, ada yang setuju, ada pula yang tak nyaman.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun