Mohon tunggu...
Agustinus Gereda Tukan
Agustinus Gereda Tukan Mohon Tunggu... Penulis

Gemar membaca dan menulis, dengan karya narasi, cerpen, esai, dan artikel yang telah dimuat di berbagai media. Tertarik pada filsafat, bahasa, sastra, dan pendidikan. Berpegang pada moto: “Bukan banyaknya, melainkan mutunya,” selalu mengutamakan pemikiran kritis, kreatif, dan solusi inspiratif dalam setiap tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Cerbung Pilihan

[Novel] Musamus Tubuh Kecil Jiwa Besar, Episode 59-60

12 September 2025   04:25 Diperbarui: 11 September 2025   19:06 32
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cover Novel Musamus Tubuh Kecil Jiwa Besar (Dokumentasi Pribadi)

Rumput Jadi Jubah

Mentari tergelincir pelan di ujung langit barat, meninggalkan jejak jingga yang membasuh lembut tubuh rawa. Di antara desah angin dan suara jangkrik yang mulai bernyanyi, semut-semut pekerja masih bergerak di atas daun palem dan kayu bus, menyelesaikan satu bagian penting dari rumah baru mereka, jubah hijau yang menyelimuti tubuh Menara Harapan.

Jubah itu bukan dari kain atau benang, tapi dari rumput rawa: ilalang muda, daun kayu bus, dan tumbuhan air yang mengalir mengikuti napas bumi.

"Kalau hanya kayu dan lumpur, rumah ini dingin dan sunyi," kata Rawari sambil memegang rumpun ilalang basah. "Tapi jika kita selimuti dengan rumput, rumah ini akan hangat, seperti dada ibu."

Tera si semut muda berlari kecil menghampiri, matanya menyala penuh tanya. "Rumput? Tapi bukankah itu makanan rusa dan tikus rawa?"

Patu tertawa kecil. "Justru karena itu, rumput tahu cara menenangkan perut yang kosong. Ia tumbuh bukan untuk dirinya sendiri, tapi untuk yang lapar, untuk yang mencari teduh, bahkan untuk angin yang rindu nyanyiannya."

Tera mengangguk pelan, lalu mulai menganyam ilalang bersama yang lain. Udara sore itu penuh harum tanah basah, rumput segar, dan kayu bus yang baru dipotong. Di ujung rawa, seekor burung belibis mengibaskan sayapnya dan menghampiri.

"Aku bawa beberapa batang serunai rawa," ujarnya. "Batangnya tipis, tapi lentur dan kuat. Bisa dijadikan bingkai luar untuk jubah rumput kalian."

Rawari menyambut batang-batang itu dengan senyuman. "Terima kasih, Belibis. Kau datang tepat saat angin mulai dingin."

Burung belibis menunduk. "Musamus pernah memberi tempat berteduh ketika sarangku diterpa badai. Aku hanya membalas kebaikannya."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun