Malam itu Ngarsa Dalem mengenakan selop dan harus merobohkan tembok bata dengan kaki?! Apa hal itu tidak membahayakan beliau?
Usai sudah rangkaian Hajad Dalem untuk memperingati Maulid Nabi Muhammad Saw Taun Dal 1959. Puncaknya adalah prosesi Gunungan yang dilaksanakan Jumat ini, tanggal 5 September 2025.
Adapun malam sebelumnya, telah dilangsungkan Kondur Gongso (kembalinya gamelan ke dalam kraton). Karena Sekatennya merupakan Sekaten Taun Dal, sebelum Kondur Gongso ada prosesi Jejak Banon atau Jejak Benteng.
*
Kiranya saya beruntung sebab berdomisili di belakang Ingkang Kagungan Dalem Masjid Gedhe Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat (lebih dikenal dengan sebutan Masjid Gedhe Kauman). Sementara Sekaten diselenggarakan di kompleks masjid tersebut. Jadi, saya punya kemudahan untuk mengakses agenda-agenda Sekaten.
Mohon dipahami, kemudahan di sini dalam arti dekat secara jarak. Karena dekat itulah, saya tak butuh upaya lebih jika ingin mengikuti/menonton kegiatan-kegiatan terkait Sekaten. Istilahnya kalau gabut di rumah, tinggal jalan tiga menit bisa healing di keramaian Sekaten.
Salah satu kemudahan akses yang kemarin saya manfaatkan adalah nongkrongin petugas membangun tembok bata di sebelah selatan Masjid Gedhe. Tembok bata itulah yang malamnya (kemarin malam) dirobohkan Ngarsa Dalem dalam prosesi Jejak Banon atau Jejak Benteng.
Tentu saya tidak sendirian. Ada eyang-eyang dan anak-anak SD yang juga kepo dengan pembangunan tembok bata itu. Pun, ada adik tingkat saya saat kuliah dulu. Kebetulan dia punya proyek memotret gamelan beserta para niyaganya.
Tak sekadar melihat-lihat, kami juga berfoto ria di depan tembok bata tersebut. Tampaknya terlalu iseng, ya? Antusias berfoto kok sama tembok bata?
Namun mengingat Jejak Banon cuma ada 8 tahun sekali, hanya saat Sekaten Taun Dal, rasanya terlalu berharga kalau momentum itu dilewatkan begitu saja. Secara kasat mata yang tampak memang cuma tembok bata. Akan tetapi, sebab-musabab keberadaannya merupakan kisah sejarah.
Sebagaimana telah disampaikan di atas, tembok bata yang baru dibangun itu malam harinya dirobohkan Sultan HB X dalam prosesi Jejak Banon. Merobohkannya pakai kaki (menendang).
Prosesi tersebut dilakukan sebagai simbol untuk mengenang apa yang dahulu dilakukan Pangeran Mangkubumi (Sultan HB 1), tatkala melarikan diri dari kejaran musuh seusai Salat Jumat. Berhubung benteng di bagian selatan masjid tak ada pintunya, beliau pun menjebol tembok benteng dengan tendangan dahsyat.
*
Hari ini di media massa banyak berseliweran video tentang prosesi Jejak Banon semalam. Menampakkan detik-detik tembok bata dirobohkan Sultan HB X (Ngarsa Dalem). Disusul masyarakat berebutan mengambil reruntuhannya untuk dibawa pulang.
Warganet sudah pasti banyak yang mengomentari. Beberapa di antara mereka berkomentar tentang keselamatan Ngarsa Dalem saat merobohkan tembok bata. Mereka menganggap prosesi itu berbahaya.
Mereka pun mengusulkan prosesi Jejak Banon diganti atau dihilangkan saja. Alasannya, khawatir Ngarsa Dalem terluka sebab ketimpa bongkahan besar tembok bata yang dirobohkan.Atau, kaki beliau keseleo saat merobohkan.
Ada juga warganet yang menyarankan tembok bata bagian atas sebaiknya direkatkan dengan pasir dan air saja. Tanpa semen. Yang pakai semen bagian bawah saja. Saya pun senyum-senyum membacanya
Warganet tersebut tidak tahu. Sesungguhnya tembok bata itu memang dibangun hanya dengan pasir dan air. Tanpa semen. Dibikin sejak siang. Jadi, makin malam makin kering sehingga makin mudah dirobohkan.
Kiranya, itulah rahasia kedahsyatan tendangan Ngarsa Dalem saat merobohkan tembok bata. Memang sengaja dibikin rapuh!
Salam.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI